Thursday, September 1, 2016

Trip Nekat Berau: Pulau Maratua (Day 2) - Part 2

Maafkan kalau cerita saya ini udah kayak sinetron, bersambung terus. Hehe. Karena rasanya saya ingin tulis semua setiap detail peristiwa yang saya alami dalam setiap perjalanan yang saya lalui. Bukan untuk pamer, bukan untuk berlagak, bukan juga untuk mengharap simpati, tapi semata hanya-ingin-tidak-melupakan kisah yang belum tentu sepuluh tahun lagi akan terulangi atau bahkan memang tidak akan terulangi sama sekali, di tempat yang sama dengan orang yang sama pada suasana yang sama.

Kembali ke cerita... (baca dulu catatan part 1)

Beradaptasi dengan suasana di Pulau Maratua ternyata bukan hal yang sulit. Hawa-hawa pulau-pulau kecil dimana-mana memang sama saja. Sama terik panas maksudnya, tidak segerah di daratan besar, karena kalau di pulau masih ada kesejukan yang dibawa angin laut. 

Selesai makan siang di tepi pantai, kami langsung mengikuti Mas Wilson yang menjadi penunjuk jalan. Dengan dua sepeda motor, kami melalui jalanan di dalam pulau. Situasi yang amat sangat berbeda dari gambaran "sebuah pulau yang jauh dari peradaban kota" yang pernah saya kunjungi, Pulau Maratua ini sangat "terfasilitasi". Jalanannya sudah banyak yang diperkeras, baik itu dengan cor-coran semen ataupun aspal, di beberapa titik saat itu malah sedang dilakukan pengerjaan. Kualitas sinyal 3G Telkomsel di pulau ini juga sangat bagus, gak kayak 3G abal-abal di Jailolo. Ohiya, di Pulau Maratua juga sedang dibangun bandara, lho. Jadi, bagi yang kepengen banget bisa ke Pulau Maratua dan sekitarnya tapi gak mau ribet di perjalanan, gak mau nambah capeknya dan memang kebetulan lagi banyak duit bisa dipertimbangkan lagi untuk menunda sampai bandaranya beroperasi. Yah palingan 2-3 tahun lagi lah. Palingan, lho. :p


Kampung Teluk (saya gak tahu sebutannya, tapi nama ini terdengar cantik, kan?)

Spot pertama yang jadi rekomendai Mas Wilson untuk kami kunjungi ternyata adalah sebuah dermaga nelayan. Untuk menuju ke tempat ini, seingat saya tinggal mengikuti jalan aspal ke arah selatan sampai menemukan sebuah desa di pesisir pantai bagian dalam pulau. Ingat, kalau saya bilang bagian dalam itu artinya bagian hole/teluk besar di Pulau Maratua, ya. Di dermaga ini kami tidak perlu berbuat apa-apa. Bisa, sih kalau pengen nyemplung ke lautnya, tapi saya sarankan sebaiknya jangan. Kenapa? Soalnya pemandangan di hole raksasa ini sangat magical. Warna biru langit dan biru air laut seakan-akan menyatu. 

Can you find the horizone, like I found it in you? #eaa


Kolam renang raksasa

Perairan di hole ini bisa dibilang dangkal dengan pasir putih mendominasi dasarnya, kalau di peta gambarnya biru muda, dan memang persis seperti itulah kalau melihat dengan mata kepala langsung. Di sini airnya sangaaaaaat tenang, sangaaaaat jernih sampai-sampai guratan-guratan pasir terlihat jelas, dan juga sangaaaaaat banyak ikannya. Ikan kecil-kecil, sih, kayak ikan teri, yang memang biasanya lebih senang berenang di sekitaran dermaga, karena setelah sering saya amati ikan jenis ini lebih senang berenang di tempat yang teduh, alasannya mereka itu takut item gitu. Makanya gak pernah kan ada ikan teri yang warnanya item? Pasti ikan teri warnanya putih.
  
Ikan-ikan manja

Ratu ikan yang paling takut item
Selama duduk-duduk di dermaga ini, saya amati banyak rumah penduduk yang modelnya rumah panggung di atas laut. Seketika pikiran saya langsung ke Suku Bajo, karena rumah-rumah begini identik sekali dengan kampung-kampung Bajo yang pernah saya lihat. Dan setelah saya konfirmasi ke Mas Wilson, ternyata benar dugaan saya. Sebagian besar masyarakat Pulau Maratua ini adalah Suku Bajo. Well, tambah lagi rasa kekaguman saya pada suku yang satu ini, pada keteguhan mereka untuk konsisten mempertahankan ciri khas dan eksistensi mereka untuk bisa bertahan dimana pun mereka berada.

Hanya saja, saya masih penasaran dengan saluran pembuangan akhir di rumah-rumah panggung di sini, soalnya laut di sini kan jernih banget ya, dan so far saya tidak menemukan "nugget" dan "sossis" di lautan Pulau Maratua. Trus dibuang kemana ya? Hmmmm...


Goa Aji Mangku

Oke, mari kita lupakan sejenak misteri itu. Sudah puas dicekoki vitamin sea, kami dibawa Mas Wilson ke Goa Aji Mangku. Lokasinya ada di dalam hutan dengan akses jalan bebatuan besar, jadi kecuali motor trill tidak memungkinkan untuk lanjut jalan. Setelah parkir motor, oh tenang bukan parkiran resmi, cuma di bawah pohon rindang saja, jadi bebas parkir dan aman, kami diharuskan jalan trekking menuju lokasi Goa Aji Mangku ini. Saya lupa durasinya berapa jam, yang jelas kerasa lumayan capeknya. Awalnya tinggal mengikuti jalur jalan terjal yang konon katanya sedang direncanakan akan dibuat jalan yang layak sampai ke pantai, sampai di sebuah area terbuka kami mulai berbelok ke kanan, mengikuti jalur setapak. Bagi yang belum pernah ke sini dan tidak menyewa guide, saya kira pasti akan kesulitan menemukan jalur setapak ini, karena memang belum ada penunjuk jalannya.

Di jalan setapak ini sudah ada banyak kayu papan yang digunakan untuk membantu pejalan kaki untuk berpijak, kalau gak, dapat dipastikan kaki bakalan lecet-lecet semua karena keseringan menindas batu karang yang jadi dominasi jalur setapak itu, bahkan kalaupun Anda memakai sepatu. Oh, kecuali sepatu boot atau sepatu gunung mungkin masih aman. Emang ada ya yang pergi ke pulau pake sepatu gunung?

Singkat cerita, sampailah kami di lokasi Goa Aji Mangku. Kalau dilihat sekilas lebih mirip sumur, jauh dari bayangan goa yang ada di pikiran saya. Disebut goa mungkin karena anatomi vertikal-nya, lalu (konon katanya) ada jalur goa yang kalau ditelusuri bisa sampai ke laut, kayak di film Sanctum gitu, jadi mesti menyelam kalau mau membuktikan sendiri. Tapi kalau saya, sih percaya aja deh.

Mulut Goa Aji Mangku


Sebelumnya saya gak ada gambaran sama sekali tentang goa ini. Bahkan sebetulnya saya gak ada gambaran sama sekali tentang Pulau Maratua ini, seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya gak ada persiapan apapun untuk menghadapi Pulau Derawan dan kawan-kawannya ini. Kalau biasanya sebelum jalan saya sibuk browsing sana-sini, untuk kali ini tidak sama sekali. Murni saya cuma modal percaya, pasrah dan tanpa harapan apa-apa, yang saya tahu cuma satu: Pulau Derawan pulau impian mainstream yang lagi hits banget. Udah itu aja. 

Ehh, lhaa kok begitu saya liat wujudnya Goa Aji Mangku ini, saya langsung ingat salah satu episode di awal mula kemunculan My Trip My Adventure, waktu host-nya masih Hamish dan Vicky, jauh sebelum acara ini mulai sedikit lebay dengan tambahan drama dan prahara yang keliatan mengada-ada itu. Di episode itu kalau gak salah Vicky loncat dari tebing Goa Aji Mangku ini, sementara di Hamish lebih milih diving ke dasar Goa Aji Mangku. Dansetelah saya konfirmasi ke Mas Wilson, ternyata memang benar, MTMA pernah sampai goa ini, tapi itu sudah lama sekali.

Mulut goa di sisi sebelahnya, yang lebih lebar

I wish I was in the picture :(
So, apa yang bisa kita lakukan di Goa Aji Mangku ini?
1. Berenang-renang di "kolam" sedalam 30 meter (bahkan mungkin lebih)
2. Ngambang-ngambang gak jelas di "kolam" sedalam 30 meter (bahkan mungkin lebih)
3. Diving ke dalam goa (kalau ada alatnya)
4. Terjun nekat dari atas tebing
5. Jadi tukang foto, motoin mereka yang udah keasikan nyebur duluan.

Pilihan saya jatuh ke nomer 2, 4, dan (tentu saja) 5. Alasannya?
1. Ngambang itu adalah gaya berenang andalan saya, karena gak bikin capek. 
2. Terjun dari atas tebing, karena saya kan orangnya suka tantangan gitu. Pffttt. 
3. Tukang foto, karena takdir.

Rekor terakhir terjun nekat saya adalah dari atas deck tiga kapal terjun ke laut di sekitaran Pantai Nusara, waktu itu masih pakai life-vest. Kali ini saya merasa tertantang lagi untuk nekat terjun di Goa Aji Mangku ini, tanpa life-vest, bukannya sok-sokan, tapi memang baru ingat soal pelampung pas udah loncat. Dan ternyata sensasinya seru banget. Tanpa life-vest badan jadi lebih lama naik ke permukaan, terus jadi mirip di film-film gitu, ada moment beberapa detik yang rasanya hening banget waktu masih di dalam air. Asik lah pokoknya.

Cuma sayangnya, hape yang buat ngrekam waktu saya terjun mengalami tragedi menyedihkan. Pas sorenya kita berenang di laut, si hape gak sengaja "diajak" berenang juga. Tentang tragedi ini, saya sudah sempat tulis di caption instagram saya. Jujur saja, waktu itu saya punya rasa sombong, ada niatan saya untuk segera pamer di sosmed tentang keseruan saya terjun dari tebing Goa Aji Mangku. Namun, ternyata Tuhan membalas kesombongan saya itu dengan tragedi hape itu, hilang sudah video dan foto-fotonya. Padahal selama di Goa Aji Mangku dokumentasi yang jalan lebih banyak meggunakan hape itu. Tahu yang lebih memilukan lagi? Saya tidak punya foto satu pun saat sedang di Goa Aji Mangku ini. Sejak saat itu, saya berjanji akan lebih berhati-hati dengan pikiran dan niatan saya.

Emmm, sebetulnya hape iphone yang keceblung itu punya teman saya, yang bahkan sampai berita ini turun dia masih dikabarkan memakai hape kacangan yang hanya bisa sms dan telepon saja. Tapi kok yang kayaknya ngerasa sedih dan pilu banget malah saya ya? Hahaha -_-"


Dermaga Kecil

Sebelum pergi meninggalkan Goa Aji Mangku, Mas Wilson menawari kami untuk melihat dermaga kecil di dekat lokasi goa. Tidak terlalu jauh dengan jalan kaki, tinggal mengikuti jalan setapak yang memang sengaja telah disiapkan. Jalur ini biasa digunakan bagi pengunjung yang datangnya dari laut, kapal mereka akan sandar di dermaga kecil ini.

(Black) Boys in Blue

From where I sit at Dermaga Kecil

*sedang meresapi kepiluan*

Jembatan Teluk Pea

Masih dengan semangat membara dan langkah penuh suka cita kami kembali melanjutkan perjalanan. Kembali dengan cara yang sama seperti saat datang, mengikuti jalan setapak yang penuh bebatuan karang lanjut belok di jalan besar yang tersusun dari batu-batuan besar. Mungkin pengaruh karena mulai lelah, trekking balik ini jadi terasa lebih lama. Begitu sampai di tempat kami parkir motor, langsung lanjut mengikuti kemana Mas Wilson membawa kami.

Kami kembali ke arah tempat penginapan, sesuai rencana memang spot terakhir kami hari itu adalah di Paradise Resort. Dalam perjalanan kami sempat berhenti dulu di Jembatan Teluk Pea. Kenapa? Karena tempatnya fotogenik gitu, ada hutan mangrove di kedua sisi sungai, trus di hilir sungai sudah bisa lihat lautan yang biru, sementara di hulu sungai matahari sudah mulai turun. Sayang, gak bisa lama-lama di sini soalnya mengganggu lalu lintas dan lagian waktu kami juga mulai terbatas, takut gak dapet sunset di pantai.

Mayan juga ni foto


Lihat Penyu Bentar

Di Pulau Maratua ini ada spot yang sering didatangi penyu. Nah, sambil jalan menuju Paradise Resort, kami mampir di spot dengan dermaga yang sangat panjang ini (yang mesti naik motor kalau mau cepet sampai ujungnya). Ditengok sana-sini gak ada tanda-tanda keberadaan penyu. Pas kami akhirnya memutuskan lanjut jalan, eh ternyata ada seekor penyu yang lagi berenang di dekat jembatan dermaga. Hanya bisa memandang dari atas laut, penyunya pun kayaknya lagi buru-buru, mau angkat jemuran mungkin, kan udah sore.

Sebenernya besoknya kami juga bakalan lihat penyu lebih dekat di Pulau Sangalaki, tapi ya biarlah kami menikmati kegumunan ini.

Nyu Penyu

Paradise Resort

Ini adalah resort yang dikelola oleh pihak swasta. Kalau kalian cari akomodasi di Pulau Maratua dari Traveloka atau semacamnya pasti yang muncul resort ini dengan tawaran harga permalamnya yahh sekitar jutaanlah. Belakangan saya tahu kalau ternyata kebanyakan wisatawan hanya tahu kalau di Pulau Maratua hanya ada resort ini sebagai tempat akomodasinya, makanya mereka jadinya lebih memilih menginap di Derawan yang harganya relatif lebih murah. Padahal nyatanya di Pulau Maratua ini juga ada cukup banyak penginapan dan homestay kok. 

Walaupun kawasan Paradise Resort ini tergolong 'private', tapi ternyata gak private-private amat. Memang ada area yang terlarang bagi selain tamu resort, tapi ada juga area yang boleh dimasuki bebas oleh pengunjung.

Menurut Mas Wilson di sekitaran Paradise Resort ini adalah kawasan yang banyak ikannya. Makanya kami diajakin snorklingan di sini. Iya sih, mayan banyak ikannya, sempet liat lionfish juga di sini, cuma sayang, berhubung baru pertama kali pake action-cam (sebelumnya udah pernah, tapi model berbeda) jadi belum terbiasa deh makenya. Ummm, jadi gak banyak foto-fotonya. Eh, ada banyak tapi foto-foto selfie di dalam air doang. Pemandangan bawah lautnya malah gak dapet.

The Lion Fish

Karangnya kayak habis di-bom


Sudah pernah lihat kecebong ngambang?

Dibilangin sama Mas Wilson kalau di Pulau Maratua ini bukan tempat untuk mencari terumbu karang. Kalau jenis-jenis ikan memang banyak di sini, tapi kalau mau cari terumbu karang itu di Derawan. Hmmm, biar begitu tetap kurang puas sih soalnya persiapan skill saya masih kurang. Coba kalau sebelum ke sini saya lebih banyak belajar berenang dan free-diving. Pasti bisa lebih puas main-main sama ikan dan gak cepet capek juga pas di air. Yahh, biar saya anggap ini sebagai latihan saya. Hehe.

Pas udah mulai asik ceceburan, eh ternyata matahari udah mulai lengser. Langsung deh pada belingsatan mau pindah spot yang ke arah barat. Di situ sudah mulai rame orang-orang yang mau nyanset juga. Sebenernya sungkan juga karena kami kan tidak berhak sepenuhnya di resort itu tapi karena sudah terlanjut terbawa suasana malah kebablasan gak tahu dirinya. Bukannya menyingkir di pojokan cukup motret sunset aja, ehh malah kami bertiga pada nyemplung di laut trus minta Mas Wilson motret tingkah polah kami dengan latar sunset. Duhhh, kalau ada pihak-pihak yang berhubungan  dengan kejadian waktu itu, saya benar-benar minta maaf yaa, gak akan saya ulangi lagi kok.


Satu-satunya foto yang sendirian, dan blur, nasip :(








Nah, akhirnya sampailah kita di penghujung hari. Diawali dengan mendung kelabu dan hujan deras dalam perjalanan panjang berlubang yang berliku dan naik turun. Hingga akhirnya melalui satu hari yang padat agenda. Rasanya tidak pernah ada satu hari yang terasa begitu lama sekaligus berlalu begitu cepat, kecuali hari-hari seperti ini, satu hari penuh suka cita, satu hari saat mengalami tantangan-tantangan baru, satu hari berada di tempat yang kita tidak pernah bayangkan, satu hari terbebas dari segala tuntutan dan tagihan, satu hari bersama dalam canda sahabat, dan satu hari saat dalam hatimu tanpa sadar terus menerus mengucap syukur.

Selamat sore!
Terimakasih!
Eitsss, masih ada lanjutanya dooong. Perjalanan hari ketiga nanti saya akan bercerita tentang perjalanan saya dan rombongan island-hopping di sekitaran Maratua-Derawan. Tunggu ya!

0 comments :

Post a Comment