Monday, December 8, 2014

Mengejar Matahari di Pulau Rempah (Bagian 4) - Teluk Sulamadaha (HABIS)

Pengejaran matahari di Pulau Ternate, masih berlanjut. Masih pada hari yang sama dengan perburuan matahari terbit di Dodoku Ali, setelah melewati hamparan Batu Angus, kurang lebih sekitar 20 menit kemudian saya sampai di Pantai Sulamadaha. Pantai yang terletak di sisi utara pulau Ternate ini tepat berbatasan dengan Pulau Hiri. Pulau kecil berkontur bukit yang katanya sih bisa dijadikan tempat untuk treking.

Area Hole Teluk Sulamadaha
Komplek wisata Sulamadaha ini terdiri dari dua area. Pertama, area pantai yang berada tepat di depan pintu masuk kawasan Pantai Sulamdaha. Dengan pantainya yang berpasir hitam, pengunjung bisa bermain-main di sepanjang pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Di area ini juga banyak terdapat tempat makan. Hanya entah kebetulan waktu saya kesana memang sedang sepi atau bagaimana, kursi-kursi yang sudah disediakan disana hanya teronggrok kosong.

Area Pantai Sulamadaha


Jujur saja, area pantai ini tidak terlalu menarik. Yup, tapi tenang, masih ada satu area tersembunyi yang akan membuat Anda takjub saat sudah berada disana. Orang-orang Ternate menyebutnya  denagn "hole", yaitu satu area laut yang menjorok ke daratan, atau dalam ilmu geografi biasa disebut dengan.. yak benar, teluk. 

Untuk menuju teluk ini pengunjung harus berjalan kaki menelusuri jalan cor-coran yang--yah lumayan lah--jauhnya, belum lagi harus naik-turun-belok kanan-belok kiri. Atau pengunjung bisa juga membawa motornya, karena di dekat area hole ada tempat parkirnya juga. Tapi ya gitu, jalannya naik-turun ekstrem, belum lagi lebar jalan yang seadanya.

Jalan cor-coran meuju hole Sulamadaha

Ini pemandangan sepanjang jalan menuju hole
Semisalpun pengunjung--terpaksa harus--berjalan, jangan bersusah hati karena pemandangan sepanjang perjalanan menuju hole akan sayang banget kalau hanya untuk dilewatkan begitu saja. Di awal perjalanan pengunjung akan melewati tepian batu karang, yang sebenarnya memilik nilai estetika tersendiri, hanya sayangnya justru dimanfaatkan oleh pengunjung alay untuk dijadian media penyampaian pesan.

Lalu, di sisi yang berlawanan, pengunjung bisa menikmati keindahan lautan Ternate yang masih bersih dan jernih, Bahkan tanpa perlu menyelam, pengunjung bisa dengan jelas melihat indahnya karang-karang dalam lautan.





Begitu sudah sampai di hole Sulamadaha, apa yang bisa dilakukan disana? Banyak!
  1. Snorkling
  2. Free-diving
  3. Kayaking
  4. Naik banana boat
  5. Berenang
  6. Sewa ban buat ngambang-ngambang di air
  7. Naik perahu, menyeberang sampai ke Pulau Hiri
  8. Main-main air
  9. Makan Pisang goreng, minumnya es kelapa muda
  10. Makan indomie
  11. Galau (halah!)



Fasilitas jalan yang masih jelek
Saya sebagai pengunjung yang baru pertama kali ke Sulamadaha ini, sebenarnya sangat dibuat bingung dengan anatomi kawasan ini. Seingat saya bahkan tidak ada sama sekali papan petunjuk.   Belum lagi masih ada area jalan yang masih sangat alami, hanya berupa batu-batuan yang disusun seadanya. Sebagai pengunjung, mau tidak mau harus banyak berinisiatif untuk bertanya. Karena kalau tidak, saya akan melewatkan spot paling wow di Sulamadaha ini.

Spot laut yang tidak terlalu dalam dan sepi ombak ini, benar-benar menakjubkan. Airnya benar-benar jernih, lihat saja deh ya dari foto-fotonya, perahu-perahu disana jadi tampak seperti melayang begitu.

Jernih banget kan?






Sekian.
Terimakasih sudah berkunjung di blog yang semakin geje ini.


Wednesday, November 26, 2014

Mengejar Matahari di Pulau Rempah (Bagian 3)

Masih di hari yang sama saat menangkap gradasi fajar di Dodoku Ali, siang harinya saya dengan seorang teman, berboncengan keliling Pulau Ternate. Tujuan kami ke Pantai Sulamadaha. Tapi tunggu dulu, postingan ini belum akan membahas soal Pantai Sulamadaha. Jadi, dalam perjalanan menuju Pantai Sulamadaha dari pusat kota Ternate akan ada sebuah kawasan luas dimana ada banyak sekali bebatuan vulkanik hasil letusan Gunung Gamalama yang dibiarkan begitu saja. Maksudnya, tidak dipindahkan atau diolah atau diapain gitu, hanya dibiarkan berserakan di kawasan itu. Orang Ternate menyebut kawasan bebatuan vulkanik ini dengan sebutan, Batu Angus. Sesuai dengan keadaan batu-batuan disana yang memang dalam keadaan terbakar. 


Untuk menikmati eksotisme Batu Angus ini pun tidak perlu sampai banyak tenaga karena memang lokasinya yang tepat berada di pinggir jalan. Pengunjung bisa menikmati keindahan alam di kawasan Batu Angus dengan latar Gunung Gamalama atau bisa juga di sisi lain dengan latar laut.




Sudah begitu saja sih, tidak banyak yang bisa dilakukan di Batu Angus ini.
Terimakasih sudah berkunjung! :p

Tuesday, November 25, 2014

Mengejar Matahari di Pulau Rempah (Bagian 2)

Waaaa.. sudah sebulan lebih dari yang bagian satunya, hehhehe --"
Jadi ini lanjutan kisah saya dalam pengejaran matahari di Pulau Ternate. Minggu pagi, selepas shubuh, dengan membawa motor, saya berjalan ke bagian timur pulau kecil ini. Jujur waktu itu, sebenarnya saya tidak tahu akan menuju kemana. Saat teman saya tanya, "kamu mau hunting sunrise dimana?" saya hanya bisa menjawab, "Yang jelas ke arah matahari terbit." :))



Tidak meyangka ternyata tidak perlu berkendara terlalu jauh, saat berbelok di depan keraton Ternate, saya langsung tertarik dengan spot yang letaknya tepat di samping hypermart. Sempat ragu untuk menuju ke tempat ini karena disini termasuk area car free day. Hari sebelumnya saya sempat dengar cerita kalau kakak tingkat saya kena tilang saat bawa motor di area ini. Tapi akhirnya saya nekat masuk saja, lagipula saat itu tidak belum ada polisi yang berjaga. Dan lagi, gradasi warna refleksi sinar matahari pagi itu sudah mulai tampak, saya jlebih khawatir kalau saya cari spot lain justru malah kelewat moment ini.


Pada saat saya di tempat ini, saya benar-benar tidak tahu menahu soal spot ini. Saya pikir ini hanyalah area tepi pantai biasa saja dengan dermaga yang memang biasa digunakan warga untuk berlabuh. Baru belakangan saya tahu kalau spot ini namanya Dodoku Ali. Dodoku artinya jembatan atau dermaga, sedang Ali diambil dari salah satu tokoh yang berjasa di Kesultanan Ternate yaitu Kapito Lao Ali. Di tempat ini tidak hanya ada dermaga tapi juga ada taman lengkap dengan tempat duduk-duduk yang biasa digunakan warga untuk berkumpul terutama pada hari Minggu sembari menikmati matahari pagi saat car free day.


Spot ini pas sekali bagi yang suka berburu matahari. Tepi pulau yang tepat menghadap ke arah timur, ditambah dengan adanya dermaga sederhana yang semakin menambah melankoli suasana pelabuhan. Menangkap gambar gradasi dengan siluet perahu yang sedang sandar di tepi laut pun akan menjadi estetika tersendiri dalam bingkai kamera. 





Well, so far this is the most beautiful sunrise I've ever captured, without a lot of  efforts, hehehe :p 
Sekian dan Terimakasih sudah berkunjung. Salam jingga matahari. :))

Thursday, October 23, 2014

Mengejar Matahari di Pulau Rempah (Bagian 1)

Pulau Ternate, pulau kecil di Provinsi Maluku Utara yang sudah menjadi pusat peradaban sejak abad ke-13. Hingga tahun 2010, berserta pulau-pulau kecil lain di sekitarnya menjadi satu kesatuan kepulauan yang membentuk daerah otonomi: Kota Ternate. Kota ini juga sekaligus menjadi pusat pemerintahan sementara bagi Provinsi Maluku Utara sebelum nantinya akan dipindahkan ke Sofifi yang berada di Pulau Halmahera.






Hari Sabtu lalu, seusai kegiatan kantor, saya menyempatkan berkeliling di pulau rempah ini. Untuk mengelilingi pulau Ternate hanya membutuhkan waktu satu jam menggunakan mobil. Berhubung kegiatan saya baru selesa sore hari, jadi saya hanya baronda (istilah orang sini yang artinya berkeliling atau jalan-jalan) sekitar seperempat putaran pulau saja.




Niat saya dari hati yang terdalam memang murni ingin mengejar sunset. Dari pusat kota Ternate, tinggal mengikuti jalan raya ke arah barat. Kurang lebih 15 menit kemudian saya sampai di Pantai Kastela. Sebelumnya saya tidak tahu nama pantainya. Tahu-tahu lihat aja trus mikir "kok bagus nih tempatnya buat nunggu sunset". Baru setelah saya cari tahu ternyata ini tho yang namanya Pantai Kastela. 







Objek foto menarik bagi pemburu matahari tenggelam di Pantai Kastela ini adalah adanya pohon mati di tepi pantai yang akan membentuk siluet bayangan akibat sinar matahari dari arah barat. Sayangnya spot saya waktu itu kurang ke sisi barat pantai lagi. Lain kali kalau ke Ternate pasti saya kesana lagi langsung menuju spot yang baik dan benar. Hehhe..





Sekian dulu, salam pemburu matahari :)

Tuesday, October 21, 2014

KM Sumber Raya: Rute Pulau Obi - Pulau Bacan - Pulau Ternate

Hari Rabu lalu saya ada bepergian ke Ternate. Berangkat dari tempat tinggal saya saat ini yaitu di Labuha, Pulau Bacan. Banyak cara transportasi yang bisa digunakan untuk menuju Ternate dari Bacan. Bisa menggunakan pesawat walaupun jadwalnya hanya tiga kali dalam seminggu. Atau bisa juga menggunakan kapal. Untuk kapal malam, jadwalnya ada reguler setiap hari. Juga ada kapal cepat dengan hari operasinya Senin sampai Sabtu yang berangkatnya siang hari. 

Pulau Bacan ini mempunyai tiga pelabuhan. Khusus untuk sandar kapal-kapal besar ada dua pelabuhan yaitu Pelabuhan Babang dan Pelabuhan Kupal. Pelabuhan Babang ada di sisi timur Pulau Bacan, sebaliknya Pelabuhan Kupal ada di sisi barat Pulau Bacan. Mengingat pusat peradaban di pulau ini ada di Labuha (dimana saya saat ini tinggal) yangmana berada di sisi barat Pulau Bacan tentu Pelabuhan Kupal menjadi pelabuhan terdekat. Namun demikian kalaupun mau ke Pelabuhan Babang pun hanya memakan waktu perjalanan sekitar 10 sampai 15 menit menggunakan kendaraan. Dari Labuha menuju Babang paling enak menggunakan angkot atau orang sini biasa menyebut dengan "otto", biayanya Rp 10.000,-. Selain angkot, bisa juga naik ojek motor. Saya pernah menggunakan ojek dari Labuha sampai Babang habis biaya Rp 50.000,-. Itupun karena barang bawaan saya yang banyak dan supir ojeknya saya minta mengangkatkan koper saya sampai ke atas kapal.

Pada kesempatan di pekan lalu, saya naik kapal menuju Ternate dari Pelabuhan Kupal. Tidak seperti Kapal malam reguler dari pelabuhan Babang, dari Pelabuhan Kupal kapal malam menuju Ternate tidak reguler setiap hari. Jadwalnya setiap hari apa saya sendiri kurang tahu. Untuk memastikan ada atau tidaknya kapal calon penumpang perlu mengecek terlebih dahulu ke pelabuhan. Kapal-kapal malam yang melewati Pelabuhan Kupal ini adalah kapal dengan rute Pulau Obi - Pulau Bacan - Pulau Ternate. Sejauh yang saya tahu ada empat kapal pada rute ini, yang jadwal operasinya saling bergantian yaitu: KM. Ajul Safikran, KM. Victoria, KM. Obi Permai, dan KM Sumber Raya.

KM Sumber Raya inilah yang saya tumpangi Selasa lalu untuk menuju Ternate. Kapal ini sudah berlabuh di Pelabuhan Kupal dari sore hari (sekitar jam 4-5 sore). Lalu berangkat lagi menuju Ternate malam harinya (sekitar jam 9-10 malam). 

Kesan pertama saya dari KM Sumber Raya ini adalah kapalnya bersih dan terang. Dengan empat deck. Deck satu dan dua adalah tempat penumpang dengan ranjang. Deck tiga dan empat adalah kamar-kamar. Oiya, bagi yang belum pernah naik kapal (seperti saya sampai enam bulan yang lalu) penumpang kapal malam itu tidak duduk di kursi seperti di kapal ferri ya, tapi disediakan ranjang. Bentuknya seperti dipan bertingkat berderet sepanjang deck. Jangan banyangkan ranjangnya pakai kasur ya, hanya memakai matras saja kok. Lalu jangan kuatir perkara jenis kelamin (seperti yang dulu pernah saya takutkan sampai enam bulan yang lalu), waktu memesan tiket calon penumpang akan ditanyakan jenis kelamin calon penumpang. Nah, nanti akan dipisah-pisahkan. Eh, tapi pernah juga ding ada teman saya yang dapat sebelahan sama laki-laki. Kalau kejadian kayak gini, jangan sungkan untuk minta tukaran saja. Tapi kalau tidak pun gak apa-apa kok. Sejauh pengalaman saya bolak-balik naik kapal aman-aman saja kok. Lagian kan dalam deck itu ada banyak sekali penumpang lainnya.


Tampak depan KM Sumber Raya

Sekoci

Kamar Mandi dalam KM Sumber Raya

Lorong dalam KM Sumber Raya

KM Sumber Raya yang saya tumpangi baru berangkat dari Pelabuhan Kupal jam 22.30 WIT. Padahal saya sudah siap di dalam deck dari jam 20.00 WIT. Ini tips bagi Anda yang mau naik kapal juga: bawalah selalu kipas. Soalnya kalau kapal belum jalan suhu udara di dalam kapal sangat panas. Atau bisa juga sih keluar dulu saja, sambil lihat-lihat geliat pelabuhan atau menikmati bintang-bintang di malam gelap.

Paling enak memang kalau naik kapal malam. Selama perjalanan bisa digunakan untuk tidur. Seperti yang selalu saya lakukan kalau naik kapal malam: tidur. Bagi yang suka mabuk laut, bisa minum antimo. Bagi yang susah tidur, bisa minum CTM. Hehehe.. Kalau masih tidak bisa tidur juga, bisa jalan-jalan di kapal atau ikutan nonton TV di ruang pantry sambil mengobrol basa-basi dengan orang asing. 


Pantry KM Sumber Raya

Bagian dalam kamar


Bagian dalam deck ranjang

Ruang nahkoda

Sekitar pukul 04.00 WIT kapal KM. Sumber Raya bersandar di Pelabuhan Bastiong, Ternate. Pagi ini ada tiga kapal yang berbarengan sandar di Pelabuhan Bastiong termasuk KM. Sumber Raya. Sialnya KM Sumber Raya ini datang paling terakhir, jadi untuk bisa turun ke dermaga penumpang perlu menyebrang melalui dua kapal yang sudah sandar terlebih dahulu di dermaga. Harus sangat berhati-hati kalau begini. Apalagi kalau pas bawa barang bawaan banyak, bisa-bisa malah nyebur ke laut.


Bagian haluan kapal Km Sumber Raya

Bagi orang-orang yang tidak punya tempat tinggal di Ternate, seperti saya ini, selalu punya kendala untuk tempat tinggal transit. Di Ternate memang sudah ada banyak sekali hotel dan penginapan. Tapi ya gitu deh, mau yang bagus tapi mahal sekali, mau yang murah tapi hiyeek. Bahkan yang sudah harganya mahal pun kondisi dalam kamarnya ampun deh. Pernah dulu dapat kamar hotel yang kamar mandinya bau banget, bahkan ada yang sampai pembalut tidak dibuang, hanya dibiarkan di dalam kamar mandi tambah lagi karpet kamarnya kotor sekali.

Kalau tidak mau terlalu jauh dari Pelabuhan Bastiong, bisa menginap di penginapan dekat pelabuhan. Ada satu penginapan dekat Bastiong yang pernah saya inapi. Nama penginapannya "Tamasa". Penginapan dengan empat (atau tiga ya-lupa) lantai. Ada kamar dengan tarif permalamnya  Rp 150.000,- dan Rp 200.000,-. Waktu itu saya menginap di kamar yang harganya Rp 200.000,-, begitu masuk kamar langsung disambut bau rokok, huweek. Tapi yasudahlah toh hanya buat transit satu hari saja, buat numpang mandi sama ganti baju sebelum melanjutkan perjalanan lagi.

Nah, sekian dulu cerita saya soal bagaimana saya dari Pulau Bacan yang melakukan perjalan menuju Pulau Ternate menggunakan kapal KM. Sumber Raya. Yah, beginilah hidup saya sekarang. Bagaimana sejak penempatan disini merubah pola kehidupan saya dari sisi mobilitas. Sudah tidak ada lagi cerita soal kereta api atau bis, di negeri kepulauan ini akses terbaik antar wilayahnya memang dengan kapal.

Sekian dan terimakasih.

Tuesday, October 14, 2014

Menyimpan Kenangan Sebelum Penempatan - Jogjakarta

Sebelum berangkat penempatan, kami diberi waktu empat hari untuk kembali ke daerah asal. Ini penting bagi kami yang berasal dari Jawa. Karena bagaimanapun kami berhak untuk estidaknya berpamitan pada orangtua kami. Atau setidaknya menciptakan kenangan baru yang layak untuk dikenang kelak saat penempatan.

Kami putra-putri daerah dari Jogjakarta yang berkesempatan mengikuti pendidikan di salah satu perguruan tinggi kedinasan ini berjumlah 11 orang. Ini adalah jumlah yang benar-benar asli dan ber-KTP D.I.Yogyakarta. 

Saya masih ingat betul bagaimana kami pertama kali bertemu. Tidak serta-merta bertemu sekaligus, sih. Tapi satu persatu. Berkenalan dengan berbagai karakter orang Jogja, dari berbagai wilayah di Jogja. Ada sebel. Ada senengnya.

Dulu tiap kali ada pertemuan rutinan, suka sebel juga kalau tiap ada kegiatan. Sampe mereka pada takut kalau saya sudah marah. Tapi sungguh, kehadiran kalian sebenarnya bikin "hommy".

Ya, maklum, Saya kalau di rumah emang suka marah-marah sih. --"

Awal April 2014, kami (tidak semua sih) anak-anak statistik dari Jogja ini, sepakat pergi main bareng. Naik Gunung Nglanggeran dan ke Candi Ratu Boko.

Gunung Nglanggeran tidaklah begitu tinggi, tapi entah kenapa ada bisa begitu berkesan. Sepanjang jalan kita berbicara soal apa saja. Mulai dari Simbahnya Puteri yang pernah dia ajak naik Nglanggeran ini sampai (tentu saja) perkara penempatan. Sesekali pasti dibumbuhi soal wacana-wacan masa depan, apalagi kalau bukan soal "kapan rabi?" (-kapan nikah?). Soal yang terakhir ini ada istilah yang ngehits banget yang tercipta dalam percakapan kami yaitu "29 mei".

Saking ramenya kami saling bergurau soal "29 mei", sampai-sampai pihak yang tidak tahu menahu pernah dengan sengaja menghubungi saya menanyakan "Koe meh nikah tanggak 29 Mei, non?" (-Kamu mau nikah tanggal 29 Mei, non?". Hahaha.. pertanyaan itu jelas menggelikan. Karena sampai undangan resmi turun (kurang lebih, kalau tidak salah sekitar akhir bulan April atau awal Mei) saya sendiri tidak tahu siapa yang akan menikah di tanggal 29 Mei itu.

Ah, lucu. Ayo kapan kita buat kenangan lagi?
























Perjalanan singkat yang menakjubkan. Terimakasih!
Lophe dan Fuah - yang sekarang di Kalimantan Timur,
Puteri - sekarang di Sulawesi Selatan,
Deny - sekarang di Papua.



*Foto di Ratu Boko featuring Nela (adek tingkat-dari Jogja juga, masih magang di Jakarta, kalau gak salah November berangkat penempatan)