Thursday, October 23, 2014

Mengejar Matahari di Pulau Rempah (Bagian 1)

Pulau Ternate, pulau kecil di Provinsi Maluku Utara yang sudah menjadi pusat peradaban sejak abad ke-13. Hingga tahun 2010, berserta pulau-pulau kecil lain di sekitarnya menjadi satu kesatuan kepulauan yang membentuk daerah otonomi: Kota Ternate. Kota ini juga sekaligus menjadi pusat pemerintahan sementara bagi Provinsi Maluku Utara sebelum nantinya akan dipindahkan ke Sofifi yang berada di Pulau Halmahera.






Hari Sabtu lalu, seusai kegiatan kantor, saya menyempatkan berkeliling di pulau rempah ini. Untuk mengelilingi pulau Ternate hanya membutuhkan waktu satu jam menggunakan mobil. Berhubung kegiatan saya baru selesa sore hari, jadi saya hanya baronda (istilah orang sini yang artinya berkeliling atau jalan-jalan) sekitar seperempat putaran pulau saja.




Niat saya dari hati yang terdalam memang murni ingin mengejar sunset. Dari pusat kota Ternate, tinggal mengikuti jalan raya ke arah barat. Kurang lebih 15 menit kemudian saya sampai di Pantai Kastela. Sebelumnya saya tidak tahu nama pantainya. Tahu-tahu lihat aja trus mikir "kok bagus nih tempatnya buat nunggu sunset". Baru setelah saya cari tahu ternyata ini tho yang namanya Pantai Kastela. 







Objek foto menarik bagi pemburu matahari tenggelam di Pantai Kastela ini adalah adanya pohon mati di tepi pantai yang akan membentuk siluet bayangan akibat sinar matahari dari arah barat. Sayangnya spot saya waktu itu kurang ke sisi barat pantai lagi. Lain kali kalau ke Ternate pasti saya kesana lagi langsung menuju spot yang baik dan benar. Hehhe..





Sekian dulu, salam pemburu matahari :)

Tuesday, October 21, 2014

KM Sumber Raya: Rute Pulau Obi - Pulau Bacan - Pulau Ternate

Hari Rabu lalu saya ada bepergian ke Ternate. Berangkat dari tempat tinggal saya saat ini yaitu di Labuha, Pulau Bacan. Banyak cara transportasi yang bisa digunakan untuk menuju Ternate dari Bacan. Bisa menggunakan pesawat walaupun jadwalnya hanya tiga kali dalam seminggu. Atau bisa juga menggunakan kapal. Untuk kapal malam, jadwalnya ada reguler setiap hari. Juga ada kapal cepat dengan hari operasinya Senin sampai Sabtu yang berangkatnya siang hari. 

Pulau Bacan ini mempunyai tiga pelabuhan. Khusus untuk sandar kapal-kapal besar ada dua pelabuhan yaitu Pelabuhan Babang dan Pelabuhan Kupal. Pelabuhan Babang ada di sisi timur Pulau Bacan, sebaliknya Pelabuhan Kupal ada di sisi barat Pulau Bacan. Mengingat pusat peradaban di pulau ini ada di Labuha (dimana saya saat ini tinggal) yangmana berada di sisi barat Pulau Bacan tentu Pelabuhan Kupal menjadi pelabuhan terdekat. Namun demikian kalaupun mau ke Pelabuhan Babang pun hanya memakan waktu perjalanan sekitar 10 sampai 15 menit menggunakan kendaraan. Dari Labuha menuju Babang paling enak menggunakan angkot atau orang sini biasa menyebut dengan "otto", biayanya Rp 10.000,-. Selain angkot, bisa juga naik ojek motor. Saya pernah menggunakan ojek dari Labuha sampai Babang habis biaya Rp 50.000,-. Itupun karena barang bawaan saya yang banyak dan supir ojeknya saya minta mengangkatkan koper saya sampai ke atas kapal.

Pada kesempatan di pekan lalu, saya naik kapal menuju Ternate dari Pelabuhan Kupal. Tidak seperti Kapal malam reguler dari pelabuhan Babang, dari Pelabuhan Kupal kapal malam menuju Ternate tidak reguler setiap hari. Jadwalnya setiap hari apa saya sendiri kurang tahu. Untuk memastikan ada atau tidaknya kapal calon penumpang perlu mengecek terlebih dahulu ke pelabuhan. Kapal-kapal malam yang melewati Pelabuhan Kupal ini adalah kapal dengan rute Pulau Obi - Pulau Bacan - Pulau Ternate. Sejauh yang saya tahu ada empat kapal pada rute ini, yang jadwal operasinya saling bergantian yaitu: KM. Ajul Safikran, KM. Victoria, KM. Obi Permai, dan KM Sumber Raya.

KM Sumber Raya inilah yang saya tumpangi Selasa lalu untuk menuju Ternate. Kapal ini sudah berlabuh di Pelabuhan Kupal dari sore hari (sekitar jam 4-5 sore). Lalu berangkat lagi menuju Ternate malam harinya (sekitar jam 9-10 malam). 

Kesan pertama saya dari KM Sumber Raya ini adalah kapalnya bersih dan terang. Dengan empat deck. Deck satu dan dua adalah tempat penumpang dengan ranjang. Deck tiga dan empat adalah kamar-kamar. Oiya, bagi yang belum pernah naik kapal (seperti saya sampai enam bulan yang lalu) penumpang kapal malam itu tidak duduk di kursi seperti di kapal ferri ya, tapi disediakan ranjang. Bentuknya seperti dipan bertingkat berderet sepanjang deck. Jangan banyangkan ranjangnya pakai kasur ya, hanya memakai matras saja kok. Lalu jangan kuatir perkara jenis kelamin (seperti yang dulu pernah saya takutkan sampai enam bulan yang lalu), waktu memesan tiket calon penumpang akan ditanyakan jenis kelamin calon penumpang. Nah, nanti akan dipisah-pisahkan. Eh, tapi pernah juga ding ada teman saya yang dapat sebelahan sama laki-laki. Kalau kejadian kayak gini, jangan sungkan untuk minta tukaran saja. Tapi kalau tidak pun gak apa-apa kok. Sejauh pengalaman saya bolak-balik naik kapal aman-aman saja kok. Lagian kan dalam deck itu ada banyak sekali penumpang lainnya.


Tampak depan KM Sumber Raya

Sekoci

Kamar Mandi dalam KM Sumber Raya

Lorong dalam KM Sumber Raya

KM Sumber Raya yang saya tumpangi baru berangkat dari Pelabuhan Kupal jam 22.30 WIT. Padahal saya sudah siap di dalam deck dari jam 20.00 WIT. Ini tips bagi Anda yang mau naik kapal juga: bawalah selalu kipas. Soalnya kalau kapal belum jalan suhu udara di dalam kapal sangat panas. Atau bisa juga sih keluar dulu saja, sambil lihat-lihat geliat pelabuhan atau menikmati bintang-bintang di malam gelap.

Paling enak memang kalau naik kapal malam. Selama perjalanan bisa digunakan untuk tidur. Seperti yang selalu saya lakukan kalau naik kapal malam: tidur. Bagi yang suka mabuk laut, bisa minum antimo. Bagi yang susah tidur, bisa minum CTM. Hehehe.. Kalau masih tidak bisa tidur juga, bisa jalan-jalan di kapal atau ikutan nonton TV di ruang pantry sambil mengobrol basa-basi dengan orang asing. 


Pantry KM Sumber Raya

Bagian dalam kamar


Bagian dalam deck ranjang

Ruang nahkoda

Sekitar pukul 04.00 WIT kapal KM. Sumber Raya bersandar di Pelabuhan Bastiong, Ternate. Pagi ini ada tiga kapal yang berbarengan sandar di Pelabuhan Bastiong termasuk KM. Sumber Raya. Sialnya KM Sumber Raya ini datang paling terakhir, jadi untuk bisa turun ke dermaga penumpang perlu menyebrang melalui dua kapal yang sudah sandar terlebih dahulu di dermaga. Harus sangat berhati-hati kalau begini. Apalagi kalau pas bawa barang bawaan banyak, bisa-bisa malah nyebur ke laut.


Bagian haluan kapal Km Sumber Raya

Bagi orang-orang yang tidak punya tempat tinggal di Ternate, seperti saya ini, selalu punya kendala untuk tempat tinggal transit. Di Ternate memang sudah ada banyak sekali hotel dan penginapan. Tapi ya gitu deh, mau yang bagus tapi mahal sekali, mau yang murah tapi hiyeek. Bahkan yang sudah harganya mahal pun kondisi dalam kamarnya ampun deh. Pernah dulu dapat kamar hotel yang kamar mandinya bau banget, bahkan ada yang sampai pembalut tidak dibuang, hanya dibiarkan di dalam kamar mandi tambah lagi karpet kamarnya kotor sekali.

Kalau tidak mau terlalu jauh dari Pelabuhan Bastiong, bisa menginap di penginapan dekat pelabuhan. Ada satu penginapan dekat Bastiong yang pernah saya inapi. Nama penginapannya "Tamasa". Penginapan dengan empat (atau tiga ya-lupa) lantai. Ada kamar dengan tarif permalamnya  Rp 150.000,- dan Rp 200.000,-. Waktu itu saya menginap di kamar yang harganya Rp 200.000,-, begitu masuk kamar langsung disambut bau rokok, huweek. Tapi yasudahlah toh hanya buat transit satu hari saja, buat numpang mandi sama ganti baju sebelum melanjutkan perjalanan lagi.

Nah, sekian dulu cerita saya soal bagaimana saya dari Pulau Bacan yang melakukan perjalan menuju Pulau Ternate menggunakan kapal KM. Sumber Raya. Yah, beginilah hidup saya sekarang. Bagaimana sejak penempatan disini merubah pola kehidupan saya dari sisi mobilitas. Sudah tidak ada lagi cerita soal kereta api atau bis, di negeri kepulauan ini akses terbaik antar wilayahnya memang dengan kapal.

Sekian dan terimakasih.

Tuesday, October 14, 2014

Menyimpan Kenangan Sebelum Penempatan - Jogjakarta

Sebelum berangkat penempatan, kami diberi waktu empat hari untuk kembali ke daerah asal. Ini penting bagi kami yang berasal dari Jawa. Karena bagaimanapun kami berhak untuk estidaknya berpamitan pada orangtua kami. Atau setidaknya menciptakan kenangan baru yang layak untuk dikenang kelak saat penempatan.

Kami putra-putri daerah dari Jogjakarta yang berkesempatan mengikuti pendidikan di salah satu perguruan tinggi kedinasan ini berjumlah 11 orang. Ini adalah jumlah yang benar-benar asli dan ber-KTP D.I.Yogyakarta. 

Saya masih ingat betul bagaimana kami pertama kali bertemu. Tidak serta-merta bertemu sekaligus, sih. Tapi satu persatu. Berkenalan dengan berbagai karakter orang Jogja, dari berbagai wilayah di Jogja. Ada sebel. Ada senengnya.

Dulu tiap kali ada pertemuan rutinan, suka sebel juga kalau tiap ada kegiatan. Sampe mereka pada takut kalau saya sudah marah. Tapi sungguh, kehadiran kalian sebenarnya bikin "hommy".

Ya, maklum, Saya kalau di rumah emang suka marah-marah sih. --"

Awal April 2014, kami (tidak semua sih) anak-anak statistik dari Jogja ini, sepakat pergi main bareng. Naik Gunung Nglanggeran dan ke Candi Ratu Boko.

Gunung Nglanggeran tidaklah begitu tinggi, tapi entah kenapa ada bisa begitu berkesan. Sepanjang jalan kita berbicara soal apa saja. Mulai dari Simbahnya Puteri yang pernah dia ajak naik Nglanggeran ini sampai (tentu saja) perkara penempatan. Sesekali pasti dibumbuhi soal wacana-wacan masa depan, apalagi kalau bukan soal "kapan rabi?" (-kapan nikah?). Soal yang terakhir ini ada istilah yang ngehits banget yang tercipta dalam percakapan kami yaitu "29 mei".

Saking ramenya kami saling bergurau soal "29 mei", sampai-sampai pihak yang tidak tahu menahu pernah dengan sengaja menghubungi saya menanyakan "Koe meh nikah tanggak 29 Mei, non?" (-Kamu mau nikah tanggal 29 Mei, non?". Hahaha.. pertanyaan itu jelas menggelikan. Karena sampai undangan resmi turun (kurang lebih, kalau tidak salah sekitar akhir bulan April atau awal Mei) saya sendiri tidak tahu siapa yang akan menikah di tanggal 29 Mei itu.

Ah, lucu. Ayo kapan kita buat kenangan lagi?
























Perjalanan singkat yang menakjubkan. Terimakasih!
Lophe dan Fuah - yang sekarang di Kalimantan Timur,
Puteri - sekarang di Sulawesi Selatan,
Deny - sekarang di Papua.



*Foto di Ratu Boko featuring Nela (adek tingkat-dari Jogja juga, masih magang di Jakarta, kalau gak salah November berangkat penempatan)

Langkah Baru dalam Hidupku

Hai,

Ternyata nyaris satu tahun sejak terakhir saya menulis di blog ini. Tadinya mau sekalian aja digenepin biar pas setahun, tapi ternyata rindu juga diriku buat menulis. *halah*
Padahal sebenernya masih aktif kok, menulis di twitter. Hahaha.. :p

Singkat cerita, saya sudah penempatan lhoooh. Yaa, setelah penantian panjang, setahun lebih lima bulan digantung, akhirnya bulan Maret 2014 saya dan teman-teman senasib lainnya memulai prosesi penempatan yaitu prajabatan. Dan yah, inilah saat-saat akhir bersama teman-teman seangkatan. Karena hanya selang satu minggu kemudian kami sudah berangkat ke daerah penempatan masing.



Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara


Itulah nama daerah penempatan saya. Saat ini saya tepat sedang berada disana. Ya, disini, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ingat ya, bukan Maluku, tapi MALUKU UTARA. Suka kesel juga karena sering sekali orang salah kira.

Seperti apa keadaan disini? Tenang, akan ada banyak postingan-potingan di blog ini yang akan bercerita tentang negeri entah berantah ini. Heheehe..



Kamis, 10 April 2014 - Hari Keberangkatan.



Kami ada 12 orang yang penempatan di Maluku Utara, yang kemudian dibagi-bagi lagi untuk empat kebupaten di wilayah Maluku Utara.



Kamis pagi, penerbangan pukul setengah dua pagi. Begitulah. Pagi sekali. Saya berangkat dari kosan dari Rabu malam, diantar teman-teman satu kosan Keramik. Hehehe.. barangkali cuma saya malam itu yang diantar sampe pakai dua taksi. Makasih ya teman-teman Keramik. :)


Foto terakhir di ruang TV, di sofa keramat.

Ibu-ibu pengajian Kelurahan Cipinang-Cempedak

Di atas awan

Kalau biasanya saya cari-cari alasan buat pergi ke atas awan (baca: naik gunung), kali ini situasinya benar-benar berbeda. Kurang lebih tiga jam perjalanan menggunakan pesawat saya lalui pagi itu. Perjalanan yang terasa sangat panjang. Selama perjalanan saya berusaha sekuat tenaga menenangkan segala gundah-gulana dalam batin. Sambil terus menghibur diri, meyakinkan diri, bahwa segalanya akan baik-baik saja.

sunrise

sunrise

Bandara Sultan Baabulah, Kamis 10 April 2014

Landing di  bandara ini disambut gagahnya Gunung Gamalama dan cuaca mendung yang makin bikin galau. :(



Pulau Kecil itu mereka sebut Ternate

Ternate, ibukota provinsi Maluku Utara, sebuah kota sekaligus juga sebuah pulau. Pulau kecil yang hanya memakan waktu satu jam untuk mengelilinginya dengan kendaraan bermotor.

Setibanya kami di Ternate, kami langsung sowan ke kepala kantor, ramah-tamah, check in hotel, lalu siap-siap untuk ikut pelatihan. Ya, entahlah mendadak kami langsung disuruh ikut pelatihan survei. Ini malah melegakan pikiran saya, karena jadi ada sedikit waktu untuk "klimatisasi" alias membiasakan diri dulu dengan keadaan setempat, sebelum benar-benar akan dikirim ke kabupaten.

Di Ternate, kami sempat jalan-jalan juga mengelilingi pulau. Tapi berhubungan beberapa hari kami disana cuaca memang sedang tidak bagus untuk jalan-jalan. Mendung terus.

Ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi di Ternate dengan alasan wisata. Ada spot bebatuan bekas letusan Gunung Gamalama, ada Danau Tolire, ada Pantai Sulamadaha yang air lautnya masih sangat bersih jadi cocok banget buat snorkling, ada situs-situs sejarah juga disini salah satunya benteng Toluko. Satu lagi yang sangat jelas, Gunung Gamalama. 

Waktu itu kami cuma sempat ke Danau Tolire, belum ke tempta-tempat lainnya. Karena cuaca mendung. Lain kali, pokoknya saya akan menyempatkan waktu bikin trip khusus di Ternate.


Danau Tolire

Jangan kaget kalau disini ada yang jualan batu

Satu tumpuk batu harganya Rp 5.000,-
Di Danau Tolire ini ada mitos, setiap yang melempar batu ke danau pasti batu itu tidak akan pernah sampai jatuh ke air. Mitos ini yang dimanfaatkan oleh anak-anak di sekitaran danau ini untuk berjualan batu. Jadi kalau ada pengunjung yang penasaran bisa beli batu di anak-anak itu. 
Gila Duren
Kebetulan kedatangan kami di Ternate bertepatan dengan datangnya musim durian. Tanpa ragu lagi, kami langsung tancap gas ke area Swering Ternate, area pinggir pantai dekat pelabuhan. Di sana sudah ada banyak pedagang yang menjual durian.

Merasa pernah lihat pemandangan ini? Coba lihat uang seribu rupiah yang kertas.



Mejeng
Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan

Akhirnya cepat atau lambat sampailah aku di ibukota kabupaten Halmahera Selatan. Namanya Labuha. Berlokasi di Pulau Bacan. Kalau akhir-akhir ini sering denger soal Batu Bacan yang dipake SBY? Iya, itu asalnya dari sini.

Satu-dua-tiga hari ribet ngurus pundahan. Cari kosan yang harganya disini bikin syok. Ada yang cukup murah tapi banyak anjingnya, Gak mau. Akhirnya dapet yang harga sekamarnya satu setengah kali lipat harga kamar kosku di Jakarta dulu. Lebih parahnya lagi, disini kamar kosnya kosongan. Perih. Sungguh perih bagi saya yang baru mau memulai jalan karir ini.

Sunset di Labuha

Penempatan: Tempat Tinggal Baru, Kantor Baru, Teman-teman Baru, Keluarga Baru

Singkat cerita, sampai saat ini saya sudah menjalani penempatan di Bacan ini selama tepat enam bulan. Terhitung sejak tanggal 14 April 2104. Tentu beragam suka dan duka ada disini dan masih akan berlanjut sampai batas waktu yang hanya Tuhan yang tahu.


Keluarga BPS Halmahera Selatan
  
Teman seangkatan penempatan: Diah dan Tantri

...

Enam bulan. Setengah tahun. Baru sebentar. Belum lama.
Perjalanan sesungguhnya telah dimulai. Sedang berlangsung dan masih akan berlanjut.

Bismillah. :))