Melanjutkan kilas balik memori umbi babak 1 sebelumnya...
Sejak Oktober 2015, kisah perjalanan penempatan saya di Maluku Utara berpindah ke Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat.
Bersama kawan-kawan di Halbar |
Manusia hanya bisa berencana, pada akhirnya Tuhan yang menentukan jalan takdir kita. Saya pikir tadinya tidak akan lama bertugas di Maluku Utara, ya rencananya sih begitu, penempatan-nikah-ikut suami, eh malah batal nikah wkwkwk. Semua rencana berubah dan Oktober itu saya pindah dari Bacan ke Jailolo dalam keadaan patah hati.
Harus beradaptasi di tempat baru sambil menghadapi masalah batin untuk menerima keadaan yang tidak sesuai harapan mungkin sedikit membantu. Saya berusaha untuk mencari hal yang bisa mengalihkan pikiran dari kegundahan. Ada yang bilang ini cara mengatasi patah hati jalur produktif. Betul, bisa dibilang selama di Halmahera Barat adalah fase terhancur-hancuran di hidup saya. Mengerjakan double job (teknis dan administrasi) sudah seperti kuda gila, jam lembur semakin tidak masuk akal, pola makan semakin tidak terjaga, belanja online semakin membabi buta. Hingga puncaknya saya sakit. Kena GERD dan TBC dalam waktu bersamaan.
Aku dan Jailolo |
Begitulah sekelumit getir di hidup saya.
Meski begitu Jailolo menguatkan saya. Mengenal kawan-kawan di Jailolo yang super menyenangkan. Memang tidak seperti lukisan sempurna yang selalu dipenuhi warna dan bunga-bunga. Adakalanya ya kesabaran juga semakin diuji. Tapi itu semua menambah makna di kehidupan saya.
Di Jailolo, saya bisa menikmati sunset setiap sore, ya kecuali kalau lagi mendung ya.
Tempat sunset terbaik di Jailolo di Pantai Tuada |
Di Jaololo, saya bisa mandi air panas pagi-pagi. Ada beberapa lokasi sumber air panas di Jailolo yaitu: di kolam bawah pohon beringin di FTJ, Pantai Galala dan di Desa Marimabati (ada semacam sendang gitu). Sayang banget saya coba cari-cari fotonya belum ketemu, nih.
Di Jailolo, saya bisa melampiaskan adrenaline rush saya buat kebut-kebutan di jalanan. Hahaha. Iya soalnya jalanan aspal di Jailolo-Sidangoli dan Jailolo-Sahu-Ibu termasuk masih bagus. Ya ada sih sebagian yang sudah rusak jalannya di beberapa lokasi. Bonus kalau cuaca cerah pemandangan sepanjang jalan pun menyenangkan.
Kalau di jalan begini bawaannya mau ngegas terus |
Di Jailolo, saya sempat menikmati gerhana matahari. Magikal sekali waktu itu rasanya. Tengah hari bolong tiba-tiba menjadi gelap. Suara binatang-binatang malam tiba-tiba terdengar. Asli merinding, sih.
Di Jailolo, pertama kalinya saya mencoba makan ulat sagu. Makan 4-5 ekor kalau tidak salah, sampai akhirnya leher saya tiba-tiba tegang karena asam urat naik. Wkwkwk.
Dan saya pun doyan |
Di Jailolo, ketemu teman-teman yang doyan keluyuran di jam kerja. Hahahaha. Nggak ding, memang sekalian turun lapangan kok.
Air Terjun di Desa Goal |
Satu hal yang saya ambil hikmahnya dari perjalanan saya selama di Jailolo, yaitu bahwa banyak sekali yang perlu saya syukuri. Di antara Bacan dan Jailolo saya sempat kehilangan diri saya dan di Jailolo, meski lambat tapi saya mencoba menemukannya kembali. Meski dengan segala pelarian diri dan pikiran yang membuat saya berada di titik paling rendah di hidup saya.
0 comments :
Post a Comment