Wednesday, August 31, 2016

Trip Nekat Berau: Pulau Maratua (Day 2) - Part 1

Hai hai hai, nungguin kelanjutan cerita perjalanan saya ke Pulau Derawan ya? 
Hehehe, geer banget ya gue? Maafkan.

Setelah seharian 'klimatisasi' dengan hawa dan suasana Berau, akhirnya keesokan harinya (Sabtu, 13 Agustus 2016) perjalanan yang sesungguhkan dimulai. Oiya sebelum saya lanjutkan, saya ingin catat di sini, asal-muasal trip nekat ini. Perjalanan ini tidak lain bermula dari sebuah percakapan singkat di whatsapp, teman saya yang kerja di Nunukan (gak tahu itu dimana? silahkan googling), tiba-tiba menghubungi, kira-kira intinya "minggu depan aku ada kegiatan di Tarakan, ayo weekend ke Derawan". Satu detik, dua detik, tiga detik, saya cek kalender, saya cek harga tiket, dan.. "OK, ayok!"

Rencana kami ke Derawan pun tidak akan terjadi tanpa peran besar teman saya yang kerja di Berau (yang jemput saya di bandara), jadi kalau biasanya credit dikasih di akhir postingan, khusus yang kali ini saya ingin berterimakasih dulu untuk dua teman saya ini. Mereka benar-benar menjadikan saya tamu agung di "tanah" mereka. Oke itu yang saya pikir sampai baru-baru saya tahu ternyata saya cuma dianggap sebagai tukang foto. Hiks. Gakding, you're the best guys! Wkwkwk.

Hampir semua rencana perjalanan selama di Berau, mereka yang atur. Dari awal mereka sudah bilang, "Non, yang penting lu sampe aja dulu." Jadi, yang jadi bagian saya ya cuma perjalanan Ternate-Berau dan Berau-Ternate, udah gitu doang. Selama di Berau saya tinggal pasrah aja sama mereka. *eh

Satu hal dari perencanaan perjalanan ini yang sangat tertancap di pikiran saya, bahkan sampai sekarang pun masih sangat menggema di otak saya, kami bertiga sepakat, perjalanan ini dadakan, di musim ombak tinggi dan cuaca yang lebih sering mendung cenderung hujan, jadi jangan pasang harapan tinggi, jangan pikir Derawan itu seindah yang orang-orang bilang pokoknya kita jalan dulu, kita bisa sampai sana dulu, dan kita bisa kembali sesuai rencana. Itu saja. Saya setuju dengan pikiran seperti ini, sebenarnya kami bertiga sudah sangat familiar dengan kondisi seperti ini. Oiya, saya belum cerita, kami bertiga ini dulu waktu jaman masih kuliah sering banget ikut kegiatan outdoor sama-sama. Jadi yah, yang namanya berhadapan dengan alam sudah bukan barang baru buat kami. Ya tinggal jalankan rencananya sambil banyak-banyak berdoa.


Tanjung Redep - Pelabuhan Tanjung Batu: 3 Jam (Jalur Darat)

Jadi, kembali ke perjalanan hari kedua di Berau. Start dari Tanjung Redep (ibukota kabupaten) perjalanan menuju Pelabuhan penyeberangan Tanjung Batu. Ada dua pilihan transportasi untuk menempuh perjalanan ini: 1) Jalur darat, tentunya menggunakan kendaraan bermotor, bisa ikut mobil travel, atau sewa mobil sekalian, atau bisa juga naik motor, dan 2) Jalur sungai, menggunakan kapal speed, yang tarifnya, emmm saya lupa, pokoknya lebih mahal daripada ongkos bensin buat naik motor, makanya kami bertiga lebih memilih naik motor untuk menuju Tanjung Batu.

Rute Tj Redep - Tj Batu

Bagi saya yang belum pernah ke Tanjung Batu (atau siapa saja yang baru pertama kali pergi ke suatu tempat) perjalanan terasa lamaaaa sekali kayak gak nyampe-nyampek gitu. Kalau kayak gini saya jadi ingat sensasi naik gunung untuk pertama kali, pasti akan ada rasa kesal yang sama, biasanya leader yang berada di paling depan menyemangati dengan "bentar lagi puncak", "lima menit lagi sampai" atau bahkan yang lebih hoax lagi "ayooo sepuluh langkah lagi," dan taukah Anda? Hal serupa pun dilakukan oleh salah satu teman saya, begitu kami sampai di gerbang "Selamat datang di Tanjung Batu" langsung dia bilang ke saya, "Udah sampai nih, Non," seriusan waktu itu saya sudah merasa lega sekali. Tapi kelegaan saya seketika luntur ketika sampai 30 menit kemudian saya masih menjumpai gerbang "Selamat Datang di Tanjung Batu." Syeemm, gue kena tipu muslihatnya Ipan.

Bayangkan saja, selama tiga jam perjalanan dengan motor dalam guyuran hujan. Yup, bahkan sejak dari berangkat dari Tanjung Redep langit sudah gelap dan hujan turun deras banget. Tapi tentu saja, selama masih ada jas hujan kita tetap lanjut jalan. Meski sedikit menyulitkan, apalagi dengan kondisi jalan di beberapa titik banyak yang berlubang, akhirnya kami pun mampu sampai di Pelabuhan Tanjung Batu.

Note: Kondisi jalan darat Tanjung Redep-Tanjung Batu sangat berkelok-kelok dan naik-turun yang cukup curam, kanan-kiri jalan didominasi (tidak terlalu banyak) hutan dan (lebih banyak) ladang. Ketika tidak hujan bisa menikmati pemandangan khas perbuktian Kalimantan. Perlu sangat berhati-hati kalau tidak hafal dengan lubang jalan, kalau gak bisa 'terlempar' dari 'kursi' kendaraan, seperti yang kejadian pada saya yang sempat 'melayang' di atas motor gara-gara motor njeglong (maaf saya tidak tahu membahasakannya apa) di lubang jalan. Buat saya sih, itu fun-fun aja selama saya gak njlungup (Jawa: tersungkur) di aspal.  

Tapi, maaf saya gak ada dokumentasi selama perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Batu. Yakali, lagi perjalanan menantang maut gitu sempet-sempetnya mikir dokumentasi.

Daaaannnnn...... sampailah di Pelabuhan Tanjung Batu.
Kami kelaparan.
Dan kebelet kencing.
Hehehehe...

Dermaga Pelabuhan Tanjung Batu

Emmm....
Setelah memarkirkan motor di tempat penitipan, kami cari makan dulu, secara memang pagi itu kami belum makan sarapan yang layak. Gak susah cari warung makan di sini, ada banyak warung makan di Pelabuhan Tanjung Batu. Selain itu ada juga toko-toko baju juga, kalau-kalau mungkin ada yang mau jalan-jalan ke Derawan trus lupa bawa baju serep.

Selesai sarapan, Ipan langsung menghubungi Mas Elka. Beliau ini yang akan menjadi motoris kami selama islands-hopping di sekitaran Pulau Derawan. Dari sini, saya baru tahu kalau tujuan utama kami hari itu sebenarnya adalah Pulau Martua, bukan Pulau Derawan, yang belakangan baru saya mengerti bahwasanya sesungguhnya highlight wisata Pulau Derawan itu sebenarnya ada di Pulau Maratua dan sekitaranya. Justru Pulau Derawan itu hanyalah satu pulau kecil, sekecil remah-remah rengginan (klo di peta), dimana menjadi tempat berkumpul kebanyakan fasilitas akomodasi bagi pengunjung di kawasan kepulauan ini. Oke, itu sekilas tentang Pulau Derawan lebih lanjutnya akan saya lanjutkan lagi nanti sesuai urutan perjalan saja.

Lagi siap-siap mau naik speed

First stop: Maratua Island (1,5 Jam dari Tanjung Batu)

Perjalanan laut menggunkan kapal speed dari Pelabuhan Tanjung Batu ke Pulau Maratua kami tempuh sekitar satu setengah jam. Sempat sandar sebentar di Pulau Derawan untuk ambil minyak. Waktu itu saya sudah excited banget waktu pertama kali lihat Pulau Derawan. Dikelilingi perairan yang tidak terlalu dalam, bersih dan jernih membuat kita bisa lihat karang-karang dan ikan dengan jelas.

Pulau Derawan sendiri lokasinya cukup dekat dengan Tanjung Batu, mungkin tidak sampai 30 menit. Perjalanan yang cukup terasa lama adalah dari Pulau Derawan ke Pulau Maratua. Kalau menurut Ipan, ombak waktu itu termasuk tinggi, bagi saya itu ombak yang pas untuk mengayun-ayunkan saya sampai pulas terlelap di atas speed. Hehehe, bukannya sombong, tapi memang inilah bakat andalan saya, pernah di laut Halmahera saya mengalami ombak yang lebih tinggi dari itu pun saya bisa tidur, yaa walaupun bangun-bangun kepala saya benjot-benjot karena kepentok body kapal.

"Bangun, Non. Bangun! Udah nyampe, nih!"
Begitu saya buka mata, ini yang saya lihat:

*kedip satu*

*kedip dua*

*kedip tiga*

*sepertinya saya masih mimpi*

"Ini dimana, Pan? Ini surga ya?"
"LHEBHAAAYYY" 
Wkwkwkwkk...

Satu kata: menakjubkan.


Ternyata saya gak mimpi, huhuhuu sampe terharu







Pulau Maratua ini merupakan pulau terluas di kawasan wisata ini. Bahkan, merupakan satu wilayah kecamatan sendiri. Pulau ini bentuknya sangat unik, kayak pisau daging yang dijual-jual di iklan home-shopping. Di sisi dalam pulau membentuk hole atau teluk dengan perairan dangkal yang didominasi dengan pasir putih.


Pulau Maratua

Oke, itu sekilas gambaran tentang Pulau Maratua. Begitu sampai di dermaga, speed yang kami tumpangi tidak sampai bersandar, karena memang agenda kami hari itu full di Pulau Maratua, jadi Mas Elka, motoris kami langsung putar balik kembali ke asalnya, entah ke Tanjung Batu lagi atau pulang ke rumahnya di Pulau Derawan. Sementara kami, setibanya di dermaga ternyata sudah ditunggu Mas Wilson. Beliau ini adalah guide di Pulau Maratua, katanya pernah memandu Ariel Tatum sama Mike Lewis, lho. Wuuuwwww...

Sampai disini apa kalian pikir kami sebegitu kayanya sampai sewa jasa guide? Heiiii mana mungkiiiin itu. Wkwkwk. Mas Wilson ini ternyata adalah mitra kerja di kantor kami, sudah kenal baik dengan pegawai-pegawai di kantor kami cabang Berau. Hari itu beliau tahu dari KSK Kecamatan Pulau Maratua kalau kami akan singgah di sana. Hmmm, saya curiga jangan-jangan dia kira kami ini sedang turun tugas lapangan mau survei di Pulau Maratua. Hehehe..

Setelah perkenalan sebentar (foto-fotonya yang lama) Mas Wilson mengantar kami ke homestay Regita, tempat kami menginap malam ini. Lalu kami pergi makan siang. Mencari warung makan di Pulau Maratua tidak sulit, tinggal pergi ke pantai dimana ada banyak tempat duduk maka rumah-rumah di sekitar situ pasti menjual makanan. Tentu carilah rumah yang memang ada tulisannya klo dia menjual makanan. Gitu aja kok repot. -_-"

Sambil menunggu pesanan kami datang--yang luaaamaaanya minta ampun--kami berempat (termasuk Mas Wilson) ngobrol-ngobrol tentang rencana jalan kami. Mas Wilson merekomendasikan kami untuk melihat ke sisi dalan pulau dulu, lalu ke Goa Aji Mangku, searah baliknya bisa mampir di area yang sering ada penyunya, baru sorenya nyemplung di laut sekitaran Paradise Resort. Beliau juga dengan baik hatinya membantu kami cari motor sewaan, bahkan meminjamkan kami pelampung dan google snorkle miliknya. Hihihiii, baiknya.



Emmm, cerita ini baru setengah hari dan perjalanan ternyata masih panjang. Lanjut di postingan selanjutnya ya...
Terimakasih.

Monday, August 29, 2016

Trip Nekat Berau: Tanjung Redep (Day 1)

Melanjutkan dari kisah perjalanan saya menuju Pulau Derawan. Setelah sehari sebelumnya saya transit dulu di Makassar, Jumat 12 Agustus 2016 pagi akhirnya saya menuju ke tujuan perjalanan panjang saya yang sebenarnya, yaitu ke Berau. Berau ini nama kabupaten dimana Pulau Derawan berada.

Untuk menuju ke Berau dari Makassar pun harus dilalui dengan transit dulu di Balikpapan. Ikut flight pagi (puku 9.10 WITA) dari Bandara Sultan Hassanudin Makassar (di Maros - begini biasaya awak kabin menyebutnya), pesawat delay sekitar 20 menit, untung saja saya pakai connect-flight, kalau gak bisa hancur lebur sudah ini perjalanan. Sampai di Bandara Sepinggan jam saya tinggal punya waktu sekitar 15 menit untung pindah pesawat, belum lagi harus memenuhi panggilan alam dulu, tambah pula gate boardingnya di gate-11 (ato 10 ya?) yang berada di paling ujung di lantai boading di Sepinggan. Hell banget, mana saya gendong backpack segede tempurung penyu belimbing gitu. Jadilah saya jadi penumpang yang terakhir naik ke pasawat waktu itu.

Lanjutan penerbangan Sepinggan-Kalimarau (nama airport di Berau) ini saya tempuh pke pesawat ATR, lebih kecil dan jelajah terbang yang lebih rendah dari Boeing. Jadi, dari malam sebelumnya saya sudah check-in dan memilih kursi di pinggir jendela biar bisa menikmati pemandangan dari atas Pulau Borneo. Sebenarnya sebelumnya sudah pernah juga sih, terbang di atas kalimantan tapi waktu itu pakainya Boeing, everything down there seems smaller. Jelas beda sensasinya waktu nyoba pakai ATR, rasanya kayak lagi liat google maps gitu, jelas. Kalau biasanya melintas di atas "terranova" itu cukup digambarkan dengan satu kata: hutan. Tapi di terranova Borneo ini beda, saya perlu menambahkan dua kata lagi, jadi hutan, tambang dan sawit. Lucunya saya jadi berpikir, tiga hal ini menggambarkan situasi masyarakat di Borneo itu sendiri, setidaknya dari yang saya lihat selama di sana ya. Hutan itu suku-suku aslinya yang masih bertahan dengan idealisme asal-usulnya. Tambang adalah simbol pendatang atau bisa juga 'pribumi' yang sudah memiliki pola pikir pendatang. Lalu sawit adalah 'pribumi' yang ingin bertahan hidup dari peliknya sistem yang ada. Errr, I could talk about it all night guys, tapi cukup omong kosongnya. Ini kan mau nulis catper kenapa malah bahas kemana-mana.

Balikpapan-Berau ternyata jauh juga, dengan pesawat 1 jam 20 menit. Gak kebayang kalau pakai jalur darat kayak apa, sampai tujuan yang ada malah sakit encok kali. Pantesan aja saya sempat diketawain teman saya yang di Berau waktu saya punya ide mau pakai jalur darat saja, bunuh diri kamu, Non! -_-"

Sampai di Bandara Kalimarau sekitar jam setengah satu siang. Hal pertama yang saya lakukan begitu sampai: gumun (Jawa: kagum, yang lebih dalam artinya "ndeso). Untuk sekelas bandara level kabupaten Kaimarau ini wow banget. Subjektif, saya samakan dengan bandara level provinsi di Maluku Utara. No offense  ya kalau ada orang Ternate dan sekitarnya yang baca, you need to look out the world outside you. Tapi saya membanding-bandingkan bukan berarti menjelekkan ya, memang Berau lebih 'kaya' sih ya. Justru akan mencurigakan kalau fasilitas umumnya masih tertinggal. Duuuhh, saya lagi kenapa sih ini, bawaannya mau bahas kesana terus. >>>.<<<

Oke, fokus. Sampai di Kalimarau saya hubungilah teman sekampus saya dulu yang sekarang penempatan di Berau. Maksudnya sih mau tanya caranya ke kantor dia gimana, eh ternyata dia sudah berencana mau jemput saya di bandara, cuma saya disuruh nunggu dia jumatan dulu. Jadilah selama sejam itu saya gelesotan di depan bandara yang kalau gak ada penerbangan ternyata sepi banget itu. Mana laper dan gak ada tempat makan yang "price-ready" pula. Duhh protes mulu ya ini anak. -.-"

Sejam berlalu, tiba-tiba teman saya itu udah muncul aja. Setelah melewati moment speechless yang dipersembahkan oleh sedikit perubahan "style" penampilannya setelah dua tahun lebih gak pernah ketemu, sambil nyetir mobil pinjaman dari bosnya dia langsung berlagak jadi tour-guide Kota Berau (eh, kota gak ya?) ngoceh soal kondisi wilayah kerjanya itu. Hingga akhirnya sampailah perjalanan kami dari bandara ke kantornya melewati jalan di pinggiran Sungai Segah. Di situ saya merasakan ketakjuban waktu melihat ada kapal tongkang lagi nongkrong di sungai itu. "Kok udah sampai laut aja sih, Pan?" yang langsung disambernya "Ini sungai kali!!!" Seriusan, saya tahu dari buku-buku pelajaran kalau sungai-sungai besar di kalimatan itu jadi jalur perhubungan, tapi melihat langsung begini sensasinya cetar, coy. Biasa kalau di Ternate itu kapal-kapal besar parkirnya jauh banget dari daratan, lhaa ini di sungai men, sungai itu kali, lho. Iya kali yang buat mandin sapi kalau di kampung saya. Yaa gak gitu juga sih, jelas skala sungainya beda banget, sungai-sungai di kalimantan kan sudah tersohor akan kelebaran dan kedalamannya. Satu dari bukti kebesaran Tuhan yang Dia lukiskan di bumi Borneo.

Kapal Tongkang di Sungai Segah

Lihat Lebih Dekat si Kapal Tongkang

Sayangnya saya gak sempat ambil gambar Sungai Segah waktu siang hari. Saya terlalu lapar untuk mikir buat foto-foto. Oh iya dan terlalu kepanasan. Berau itu panas sodara-sodara. Saya yang bukan peminum es-es-an pun akhirnya menyerah karena udah gak tahan sama gerahnya. 

Pusat pemerintahan Berau ada di Tanjung Redep (atau redeb ya?) jadi kantor teman saya ini, which is kantor yang masih satu jaringan dengan kantor saya di Jailolo letaknya ya di Tanjung Redep ini, persisnya di samping Sungai Segah. Mampir kantor dulu, kenalan dengan pegawai di sana, ketemu juga teman seangkatan yang kerja disana, lalu cus makan siang. Makannya bakso yang sepertinya sudah menjadi keahlian orang Jawa dimana-mana, karena yang jual adalah orang Jawa. 

Hari pertama, di Berau saya habiskan dengan meet-up teman-teman lama saya dan kenalan dengan teman-teman baru, adik tingkat dari kampus saya dulu. Ya beginilah, uniknya kuliah di kampus kedinasan, kerja di kantor yang punya jaringan menyebar ke seluruh penjuru negeri, jadi sahabat, teman, kenalan, kompetitor, kekasih (ups), mantan (eh), menyebar di seluruh Indonesia. Hahaha, bukan curhat lho. Curhatnya orang lain mungkin, eh?

Anyway, terimakasih teman-teman saya di Berau yang sudah menjamu saya selama disana dengan sangat luar biasa. Full service-nya juaraaakk!!! 

Thank you so much, guys!!!

Jumat malam di Tanjung Redep, kami habiskan dengan nongkrong di sepanjang Sungai Segah. Ajaibnya, Sungai Segah yang sesiangannya sepi banget itu langsung berubah ramai banget. Di sana ada banyak sekali penjual makanan dan minuman kaki lima dan tentunya orang-orang yang duduk-duduk di sepanjang sungai menikmati malam sambil ngobrol soal apa saja. Kecuali saya sepertinya, yang lebih terpukau dengan kapal tongkang. Jadi maaf, cerita Day-1 ini foto-fotonya cuma soal kapal tongkang. Wkwkwk :p


Lampu-lampu jalan dari seberang sungai

The Magnificent Kapal Tongkang wkwk

Seriously, is there anywhere else you could find this kind of panorama?

I promise you, this is the last pict of kapal tongkang :p

Woiya, satu lagi selain kapal tongkang (lama-lama gue bunek sendiri kebanyakan mengulang-ulang kata ini), ada satu lagi yang mencuri perhatian saya selama di Sungai Segah. Ada coffe-maker yang jualan pake gerobak kaki lima, gaiss, keren banget gak tuh. Eitss, dan bukan sembarang kopi instan yang dia bikin ya, ada pilihan single origin coffee-nya juga lho. Mana harga-harganya masuk akal pula. Nah, kurang perfect gimana lagi coba, satu malam di Sungai Segah bareng temen-temen yang kece-kece, duduk-duduk ngobrol becandaan sambil ngopi yang enak & murah. 

Cuma saya sempat heran, karena jadi satu-satunya cewek yang minum kopi (ya cewek normal itu minumnya susu, iya aja deh) sampe masnya yang bikin kopi aja kaget, dia konfirmasi dulu waktu mau bikin kopi, "ini yang pesen mbaknya itu?" Duh, emang kenapa sih, kadang saya heran kenapa orang-orang di luar Jawa suka heran kalau liat cewek minum kopi. Kecuali kopi-nya Jessica, saya memang doyan kopi kok.


tempat praktek kopi

harga yang masuk akal
Oke, sekian dulu cerita perjalanan saya menuju Derawan, jelas masih akan ada lanjutannya. Memang belum sampe cerita di Derawan, but I think one day at Tanjung Redep is worth to tell and share. :)





Monday, August 22, 2016

Mengisi Waktu Transit Setengah Hari di Makassar

Yey! Akhirnya saya melakukan perjalanan beneran lagi. Kali ini saya akan menuju Pulau Derawan di Kabupaten Berau - Kalimantan Timur, tapi untuk melakukan perjalanan ke Berau saya perlu transit dulu setengah hari dan satu malam di Makassar. Ya gini nih, kalo start-nya dari lokasi yang "susah". Mesti mencelat-mencelit dulu di kota-kota transit.

Aslinya ada pilihan perjalanan dari Ternate menuju Berau yang bisa ditempuh dalam satu hari saja, tapi berangkatnya pagi sekitar jam 7-an. Nah, secara posisi saya kan di Jailolo, dan kapal paling pagi yang pertama berangkat dari Jailolo itu pol sampe Ternate sekitar jam 8-9 pagi. Jadi yah, klo mau aman mesti stand by dulu di Ternate semalam. Setelah mempertimbangkan, karena intinya sama-sama "transit" juga, akhirnya saya ambil saja yang transit sehari di Makassar saja, kan mayan bisa lihat-lihat bentar kayak apa Makassar. Soalnya sebelum-sebelumnya transit Makassar cuma nongkrong di bandara doang.

Perjalanan saya dimulai dari Jailolo naik kapal speed pertama jam 6.30 pagi, ngetem dulu baru benar-benar berangkat itu jam 7.30 pagi. Ini gak pasti, tergantung jumlah penumpang, semakin cepat kursi penuh makin cepat juga speed berangkat. Normal perjalanan Jailolo - Ternate dengan kapal speed sekitar 45 - 60 menit. Sampai di Ternate masih sekitar jam 9 pagi, sementara jadwal pesawat saya 12.45 WIT. Masih sempat sarapan dulu.

Perjalanan udara dari Ternate ke Makassar ditempuh kurang-lebih satu setengah jam. Karena alasan operasional jadwal pesawat jadi sedikit molor, baru tiba di Bandara Sultan Hasanudin skitar jam 2 siang WITA. Keluar bandara sedikit bingung dengan jalan keluarnya, yang ternyata harus ikuti jalan menurun. Di situ sudah banyak bapak-bapak yang menawari taksi, ojek, dan DAMRI. Sejak awal saya sudah berencana untuk naik DAMRI, sekalian wasting time soalnya bus DAMRI ini ngetem dulu, kalau bus sudah penuh baru dia berangkat. 

Perjalanan dengan bus DAMRI dari bandara Sultan Hasanudin sampai di Kota Makassar, atau tepatnya saya turun di depan kantor RRI cukup ditempuh selama satu jam saja. Memang sempat kena macet di pertigaan bandara karena sedang ada perbaikan jalan.


Benteng Fort Rotterdam

Situs pertama yang saya datangi di Makassar adalah Benteng Fort Rotterdam. Sebenarnya karena pas kebetulan sekalian jalan menuju hotel tempat saya menginap yang kebetulan juga ada di depan Pantai Losari persis.

Di lingkungan benteng seluas 2 hektar ini selain tentunya bangunan benteng juga ada dua museum. Oiya, ada kantor dinas pariwisata juga, sih, yang menurut saya agak sedikit menganggu dan mengurangi estetika dari benteng ini.

Untuk ukuran hari kerja (weekday) menurut saya pengunjung benteng waktu itu cukup banyak, apalagi kelas umur remaja, yang iya sih lebih banyak sibuk dengan kamera dan tongsis mereka daripada keliling ke dalam museum. Terbukti waktu saya keliling ke dalam musem hanya sedikir sekali orangnya. Eh, atau karena memang udah mendekati jam tutup museum ya? Semoga saja iya deh.

Jadi, apa saja yang bisa dilakukan di Benteng Fort Rotterdam?
  1. Foto-foto arsiterktur bangunan benteng.
  2. Masuk museum dan dapetin ilmu tentang sejarah nenek moyang Suku Bugis sampai kisah jaman perjuangan merebut kemerdekaan di Sulawesi Selatan.
  3. Melatih rasa lewat karya-karya lukisan seniman-seniman Makassar. Selain sebagai situs sejarah, di benteng ini juga dijadikan basecamp/kantor komunitas seni di Kota Makassar.


Dan, ini foto-fotonyaaah...

Patung Sultan Hasanudin di depan benteng

Salah satu lorong di Fort Reterdam


seni lukisan tanah liat (1)

seni lukisan tanah liat (2)

pintu terowongan bawah tanah




Bangunan gereja



Sunset-Driving di Pantai Losari


Setelah menamatkan berkeliling di setiap sudut benteng, saya lanjut jalan ke arah selatan menuju Pantai Losari. Menurut saya lebih mudah jalan kaki saja, karena memang sangat dekat (menurut saya) daripada naik kendaraan, karena jalan di sepanjang Pantai Losari itu satu arah, kalau dari benteng jadi harus ambil jalan memutar dulu.

Sampai di Pantai Losari, pas banget matahari hampir tenggelam. Niatnya mau cari spot yang bisa keliatan siluet landmark tulisan "Pantai Losari" tapi apa daya kalah sama orang-orang yang berlalu-lalang di depan tulisan. Terlanjur bete akhirnya asal jepret aja, deh.

Pengalaman sunset-driving di Losari ini bagi saya sangat magical. Pernah ada yang beropini kalau sunset di Losari ini adalah yang terbaik. Waktu itu saya pikir, ah bukannya dimana-mana ya sama aja ya sunset-nya. Ternyata saya salah. Di Pantai Losari ini saya membuktikan sendiri. Sunset di Losari ini berbeda. Gimana ya menjelaskannya, semacam matahari jadi fotogenik gitu. Begitu shutter ditekan hasil jepretan pasti jadi kece banget. Memang sih, pasti ada faktor alam juga, seperti cuaca yang waktu itu memang sedang cerah (bahkan cenderung panas) dan langit yang bersih dan tidak ada banyak awan. Tapi saya tidak akan pernah lupa sensasi "tercengang" yang saya rasakan setiap memotret matahari senja di Losari waktu itu.

Semoga saja ada kesempatan lagi bisa berkunjung ke Losari dan membuktikan kalau sunset yang saya alami kemaren itu tidak hanya sekedar keberuntungan tapi memang karena kemagisan dari Losari.

Daaan ini dia foto-fotonya. Tanpa edit tanpa filter, lho. Foto-foto sunset Losari ini terlalu sempurna untuk diotak-atik.





Malam Hari di Makassar

Gak ada yang spesial sih malamnya. Saya cuma jalan-jalan ke mall. Hahaha, maklum gak ada mall sih di Jailolo. Selama di Makassar saya gak pusing mikir soal transportasi, kemana-mana saya tinggal order go-jek. 

Satu malam di Makassar saya menginap di POD House, hotel dengan konsep kapsul/dormitory yang unik banget. Kapan-kapan saya mau bahas tentang hotel ini. Berhubung di POD House ini ada rooftop-nya jadi sisa malam di Makassar saya habiskan buat jeprat-jepret aja dari rooftop.




Sekian cerita perjalanan transitan saya di Makassar. Next post tentunya masih tentang lanjutan perjalanan saya menuju Berau.
Terimakasih sudah mampir.


Makassar, 11 Agustus 2016
Note:
Tiket Bus DAMRI (Bandara - RRI Makassar) Rp 27.000,-
Go-Jek +/- Rp 15.000,-
Taksi Avansa Makassar - Bandara Rp 150.000,- (bukan taksi resmi, karena susah sekali cari taksi pagi-pagi di Makassar waktu hari kerja, sementara saya harus kejar flight pagi).