Hai hai hai, nungguin kelanjutan cerita perjalanan saya ke Pulau Derawan ya?
Hehehe, geer banget ya gue? Maafkan.
Setelah seharian 'klimatisasi' dengan hawa dan suasana Berau, akhirnya keesokan harinya (Sabtu, 13 Agustus 2016) perjalanan yang sesungguhkan dimulai. Oiya sebelum saya lanjutkan, saya ingin catat di sini, asal-muasal trip nekat ini. Perjalanan ini tidak lain bermula dari sebuah percakapan singkat di whatsapp, teman saya yang kerja di Nunukan (gak tahu itu dimana? silahkan googling), tiba-tiba menghubungi, kira-kira intinya "minggu depan aku ada kegiatan di Tarakan, ayo weekend ke Derawan". Satu detik, dua detik, tiga detik, saya cek kalender, saya cek harga tiket, dan.. "OK, ayok!"
Rencana kami ke Derawan pun tidak akan terjadi tanpa peran besar teman saya yang kerja di Berau (yang jemput saya di bandara), jadi kalau biasanya credit dikasih di akhir postingan, khusus yang kali ini saya ingin berterimakasih dulu untuk dua teman saya ini. Mereka benar-benar menjadikan saya tamu agung di "tanah" mereka. Oke itu yang saya pikir sampai baru-baru saya tahu ternyata saya cuma dianggap sebagai tukang foto. Hiks. Gakding, you're the best guys! Wkwkwk.
Hampir semua rencana perjalanan selama di Berau, mereka yang atur. Dari awal mereka sudah bilang, "Non, yang penting lu sampe aja dulu." Jadi, yang jadi bagian saya ya cuma perjalanan Ternate-Berau dan Berau-Ternate, udah gitu doang. Selama di Berau saya tinggal pasrah aja sama mereka. *eh
Satu hal dari perencanaan perjalanan ini yang sangat tertancap di pikiran saya, bahkan sampai sekarang pun masih sangat menggema di otak saya, kami bertiga sepakat, perjalanan ini dadakan, di musim ombak tinggi dan cuaca yang lebih sering mendung cenderung hujan, jadi jangan pasang harapan tinggi, jangan pikir Derawan itu seindah yang orang-orang bilang pokoknya kita jalan dulu, kita bisa sampai sana dulu, dan kita bisa kembali sesuai rencana. Itu saja. Saya setuju dengan pikiran seperti ini, sebenarnya kami bertiga sudah sangat familiar dengan kondisi seperti ini. Oiya, saya belum cerita, kami bertiga ini dulu waktu jaman masih kuliah sering banget ikut kegiatan outdoor sama-sama. Jadi yah, yang namanya berhadapan dengan alam sudah bukan barang baru buat kami. Ya tinggal jalankan rencananya sambil banyak-banyak berdoa.
Tanjung Redep - Pelabuhan Tanjung Batu: 3 Jam (Jalur Darat)
Jadi, kembali ke perjalanan hari kedua di Berau. Start dari Tanjung Redep (ibukota kabupaten) perjalanan menuju Pelabuhan penyeberangan Tanjung Batu. Ada dua pilihan transportasi untuk menempuh perjalanan ini: 1) Jalur darat, tentunya menggunakan kendaraan bermotor, bisa ikut mobil travel, atau sewa mobil sekalian, atau bisa juga naik motor, dan 2) Jalur sungai, menggunakan kapal speed, yang tarifnya, emmm saya lupa, pokoknya lebih mahal daripada ongkos bensin buat naik motor, makanya kami bertiga lebih memilih naik motor untuk menuju Tanjung Batu.
Rute Tj Redep - Tj Batu |
Bagi saya yang belum pernah ke Tanjung Batu (atau siapa saja yang baru pertama kali pergi ke suatu tempat) perjalanan terasa lamaaaa sekali kayak gak nyampe-nyampek gitu. Kalau kayak gini saya jadi ingat sensasi naik gunung untuk pertama kali, pasti akan ada rasa kesal yang sama, biasanya leader yang berada di paling depan menyemangati dengan "bentar lagi puncak", "lima menit lagi sampai" atau bahkan yang lebih hoax lagi "ayooo sepuluh langkah lagi," dan taukah Anda? Hal serupa pun dilakukan oleh salah satu teman saya, begitu kami sampai di gerbang "Selamat datang di Tanjung Batu" langsung dia bilang ke saya, "Udah sampai nih, Non," seriusan waktu itu saya sudah merasa lega sekali. Tapi kelegaan saya seketika luntur ketika sampai 30 menit kemudian saya masih menjumpai gerbang "Selamat Datang di Tanjung Batu." Syeemm, gue kena tipu muslihatnya Ipan.
Bayangkan saja, selama tiga jam perjalanan dengan motor dalam guyuran hujan. Yup, bahkan sejak dari berangkat dari Tanjung Redep langit sudah gelap dan hujan turun deras banget. Tapi tentu saja, selama masih ada jas hujan kita tetap lanjut jalan. Meski sedikit menyulitkan, apalagi dengan kondisi jalan di beberapa titik banyak yang berlubang, akhirnya kami pun mampu sampai di Pelabuhan Tanjung Batu.
Note: Kondisi jalan darat Tanjung Redep-Tanjung Batu sangat berkelok-kelok dan naik-turun yang cukup curam, kanan-kiri jalan didominasi (tidak terlalu banyak) hutan dan (lebih banyak) ladang. Ketika tidak hujan bisa menikmati pemandangan khas perbuktian Kalimantan. Perlu sangat berhati-hati kalau tidak hafal dengan lubang jalan, kalau gak bisa 'terlempar' dari 'kursi' kendaraan, seperti yang kejadian pada saya yang sempat 'melayang' di atas motor gara-gara motor njeglong (maaf saya tidak tahu membahasakannya apa) di lubang jalan. Buat saya sih, itu fun-fun aja selama saya gak njlungup (Jawa: tersungkur) di aspal.
Tapi, maaf saya gak ada dokumentasi selama perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Batu. Yakali, lagi perjalanan menantang maut gitu sempet-sempetnya mikir dokumentasi.
Daaaannnnn...... sampailah di Pelabuhan Tanjung Batu.
Kami kelaparan.
Dan kebelet kencing.
Hehehehe...
Dermaga Pelabuhan Tanjung Batu |
Emmm.... |
Setelah memarkirkan motor di tempat penitipan, kami cari makan dulu, secara memang pagi itu kami belum makan sarapan yang layak. Gak susah cari warung makan di sini, ada banyak warung makan di Pelabuhan Tanjung Batu. Selain itu ada juga toko-toko baju juga, kalau-kalau mungkin ada yang mau jalan-jalan ke Derawan trus lupa bawa baju serep.
Selesai sarapan, Ipan langsung menghubungi Mas Elka. Beliau ini yang akan menjadi motoris kami selama islands-hopping di sekitaran Pulau Derawan. Dari sini, saya baru tahu kalau tujuan utama kami hari itu sebenarnya adalah Pulau Martua, bukan Pulau Derawan, yang belakangan baru saya mengerti bahwasanya sesungguhnya highlight wisata Pulau Derawan itu sebenarnya ada di Pulau Maratua dan sekitaranya. Justru Pulau Derawan itu hanyalah satu pulau kecil, sekecil remah-remah rengginan (klo di peta), dimana menjadi tempat berkumpul kebanyakan fasilitas akomodasi bagi pengunjung di kawasan kepulauan ini. Oke, itu sekilas tentang Pulau Derawan lebih lanjutnya akan saya lanjutkan lagi nanti sesuai urutan perjalan saja.
Lagi siap-siap mau naik speed |
First stop: Maratua Island (1,5 Jam dari Tanjung Batu)
Perjalanan laut menggunkan kapal speed dari Pelabuhan Tanjung Batu ke Pulau Maratua kami tempuh sekitar satu setengah jam. Sempat sandar sebentar di Pulau Derawan untuk ambil minyak. Waktu itu saya sudah excited banget waktu pertama kali lihat Pulau Derawan. Dikelilingi perairan yang tidak terlalu dalam, bersih dan jernih membuat kita bisa lihat karang-karang dan ikan dengan jelas.
Pulau Derawan sendiri lokasinya cukup dekat dengan Tanjung Batu, mungkin tidak sampai 30 menit. Perjalanan yang cukup terasa lama adalah dari Pulau Derawan ke Pulau Maratua. Kalau menurut Ipan, ombak waktu itu termasuk tinggi, bagi saya itu ombak yang pas untuk mengayun-ayunkan saya sampai pulas terlelap di atas speed. Hehehe, bukannya sombong, tapi memang inilah bakat andalan saya, pernah di laut Halmahera saya mengalami ombak yang lebih tinggi dari itu pun saya bisa tidur, yaa walaupun bangun-bangun kepala saya benjot-benjot karena kepentok body kapal.
"Bangun, Non. Bangun! Udah nyampe, nih!"
Begitu saya buka mata, ini yang saya lihat:
*kedip satu* |
*kedip dua* |
*kedip tiga* |
*sepertinya saya masih mimpi* |
"Ini dimana, Pan? Ini surga ya?"
"LHEBHAAAYYY"
Wkwkwkwkk...
Satu kata: menakjubkan.
Ternyata saya gak mimpi, huhuhuu sampe terharu |
Pulau Maratua ini merupakan pulau terluas di kawasan wisata ini. Bahkan, merupakan satu wilayah kecamatan sendiri. Pulau ini bentuknya sangat unik, kayak pisau daging yang dijual-jual di iklan home-shopping. Di sisi dalam pulau membentuk hole atau teluk dengan perairan dangkal yang didominasi dengan pasir putih.
Pulau Maratua |
Oke, itu sekilas gambaran tentang Pulau Maratua. Begitu sampai di dermaga, speed yang kami tumpangi tidak sampai bersandar, karena memang agenda kami hari itu full di Pulau Maratua, jadi Mas Elka, motoris kami langsung putar balik kembali ke asalnya, entah ke Tanjung Batu lagi atau pulang ke rumahnya di Pulau Derawan. Sementara kami, setibanya di dermaga ternyata sudah ditunggu Mas Wilson. Beliau ini adalah guide di Pulau Maratua, katanya pernah memandu Ariel Tatum sama Mike Lewis, lho. Wuuuwwww...
Sampai disini apa kalian pikir kami sebegitu kayanya sampai sewa jasa guide? Heiiii mana mungkiiiin itu. Wkwkwk. Mas Wilson ini ternyata adalah mitra kerja di kantor kami, sudah kenal baik dengan pegawai-pegawai di kantor kami cabang Berau. Hari itu beliau tahu dari KSK Kecamatan Pulau Maratua kalau kami akan singgah di sana. Hmmm, saya curiga jangan-jangan dia kira kami ini sedang turun tugas lapangan mau survei di Pulau Maratua. Hehehe..
Setelah perkenalan sebentar (foto-fotonya yang lama) Mas Wilson mengantar kami ke homestay Regita, tempat kami menginap malam ini. Lalu kami pergi makan siang. Mencari warung makan di Pulau Maratua tidak sulit, tinggal pergi ke pantai dimana ada banyak tempat duduk maka rumah-rumah di sekitar situ pasti menjual makanan. Tentu carilah rumah yang memang ada tulisannya klo dia menjual makanan. Gitu aja kok repot. -_-"
Sambil menunggu pesanan kami datang--yang luaaamaaanya minta ampun--kami berempat (termasuk Mas Wilson) ngobrol-ngobrol tentang rencana jalan kami. Mas Wilson merekomendasikan kami untuk melihat ke sisi dalan pulau dulu, lalu ke Goa Aji Mangku, searah baliknya bisa mampir di area yang sering ada penyunya, baru sorenya nyemplung di laut sekitaran Paradise Resort. Beliau juga dengan baik hatinya membantu kami cari motor sewaan, bahkan meminjamkan kami pelampung dan google snorkle miliknya. Hihihiii, baiknya.
Emmm, cerita ini baru setengah hari dan perjalanan ternyata masih panjang. Lanjut di postingan selanjutnya ya...
Terimakasih.