Wednesday, May 4, 2016

Merasa "Entahlah" di Dermaga Galau Bobanehena

Kalau diantara pembaca budiman sekalian (kayak ada yang baca blog ini aja, sih) ada penikmat blog traveling blog, mungkin ada yang sudah pernah baca salah satu tulisan di blog Marischa Prudence (Btw, saya ini termasuk follower jalan-jalannya kakak cantik yang satu ini, lho. Hehehe) tentang kunjungannya ke Jailolo. Di sana ada postingannya tentang Dermaga Galau di Desa Bobanehena, Jailolo. Nah, postingan saya kali ini pun adalah tentang situs wisata yang sama. Tapi bedanya, kalau Marischa Prudence tidak galau di Dermaga Galau, justru kalau saya malah galau. Ya gitu, deh, saya ini emang baperan, apalagi kalau habis capek ngantor terus mampir bentar ke Bobanehena, duduk-duduk di pinggir dermaganya, sambil nungguin matahari mingset, rasanya syahdu banget.



Dari beberapa spot pantai di Jailolo, Pantai Bobanehena ini termasuk favorit saya. Kenapa? Karena bentuknya yang berupa hole atau cekungan yang membentuk teluk kecil, membuat air di pantai ini tidak berombak. Airnya tenang dan jernih. Mirip-mirip Pantai Sulamadaha di Ternate. Jadi, kalau tiba-tiba pengen berenang tinggal nyemplung aja, deh. Suasananya udah kayak kolam renang outdoor gitu, deh. Cuma airnya berasa asin aja. 




Kalau gak mau basah-basahan, di sini enak juga kok kalau cuma buat duduk-duduk ngelamun, atau ngobrol-ngobrol gak jelas ngomongin orang bareng teman. Ada beberapa gazebo yang masih layak digunakan. Maklum, lah ya tempat-tempat wisata di Jailolo ini cuma terawat kalau ada moment acara seperti Festival Teluk Jailolo. Selebihnya ya dibiarkan saja. Mau ada pengunjung apa kagak, ya sajiannya suasana alami begitu aja. Eh, salah, kalau dari barang bukti yang saya temukan di TKP Dermaga Galau ini, tempat ini kayaknya jadi tempat buat mabuk-mabukan. Sampah-sampah puntung rokok dan bekas botol minuman keras berserakan di sekitarannya. Hmmm, sangat mengecewakan. 


Selama saya tinggal di Jailolo ini, entah kenapa banyak sekali kejadian "entahlah" yang saya alami. Hal-hal lucu, ajaib, dan tidak bisa dijelaskan dengan nalar dan akal sehat kerap sekali saya temui di sini. Ini saya buat list-nya:



Entahlah yang Pertama: Dermaga Galau
Entah kenapa bisa muncul julukan Dermaga Galau, padahal bentuk dan modelnya masih standar dermaga seperti kebanyakan dermaga pada umumnya. Malah waktu untuk kesekian kalinya saya kesini, bentuk dermaga ini lebih cocok kalau disebut "dermaga rapuh". Soalnya dermaga ini udah gak berdiri kokoh, buat berdiri di atasnya saja sudah goyang, siap-siap kecebur aja, deh.


Entahlah yang Kedua: Tanjung Pinang
Pantai Bobanehena ini bukanlah pantai berpasir, tapi berupa pertemuan langsung daratan tanah dengan lautan dengan batu-batuan bekas letusan gunung berapi yang membentuk karang di pinggiran pantai. Nah, di bagian muka pantai, eh gimana ya, maksudnya kalau sebelum sampai ke pantai kan biasanya ada pintu gerbang atau pintu masuknya gitu kan, lha berhubung di Pantai Bobanehena ini gak ada salah satunya, cuma jalan setapak aja lalu ada lapangan di depan pantai, jadi bingung nyebutnya gimana (ini adalah entahlah yang terselubung). Jadi, di dekat lapangan itu, ada tebingnya terus di situ dibuat tulisan macam "hollywood" gitu, tapi yang entahlah itu, kenapa tulisannya "Tanjung Pinang"? 

Pertama kali sampai di tempat ini, mendadak saya jadi bingung kan, perasaan tadi masih di Jailolo, kok tiba-tiba udah sampai di Kepulauan Riau?

Lalu, saya mulai curiga, barangkali di sekitar situ banyak tumbuh pohon pinang. Selidik punya selidik, sejauh mata memandang yang ada cuma pohon kelapa sama pohon cengkeh yang banyak. Entahlah...

"Tanjung Pinang" yang entahlah


Airnya bening banget

Entahlah yang Ketiga: Banana Boat
Tidak perlu dijelaskan sebenarnya. Karena saya sendiri merasa entahlah, kenapa ada banana boat di situ, terogok penuh kegalauan tak berdaya ulalala yeyeye begitu. Saya malah kasihan lihatnya. Coba Anda bayangkan kalau Anda jadi banana boat itu? Cuma dipakai setahun sekali kalau ada event festival, itu pun ya kalau ada yang mau naik, kalau gak? Dan event festival itu paling pol cuma seminggu. Ya, cuma tujuh hari dalam setahun. Bayangkan, rasanya teronggok sepi di pinggiran pantai yang syahdu banget selama 358 hari. Pasti, sakitnya tuh di banana boat.


Rasanya cukup tiga keentahlahan saja yang pantas saya ceritakan di postingan saya kali ini. Rencananya sih, pengen ngecek kondisi Dermaga Galau, kebetulan kan sekarang lagi jalan Festival Teluk Jailolo juga, barangkali banana boat-nya udah gak galau,


Akhir kata, selamat menikmati jepretan senja dari Dermaga Galau, Pantai Bobanehena, Jailolo. Cuma semburat jingga aja sih, karena posisinya yang berbentuk cekungan jadi saat matahari tenggelam ketutup bukit di sisi baratnya. Well, kalau kata @arievrahman di blog-nya waktu nulis tentang Jailolo, sunset di Jailolo, yang untuk mendapatkannya membutuhkan lebih dari perjuangan dan doa anak saleh.








See ya!

0 comments :

Post a Comment