Monday, July 25, 2022

Memori Umbi - Babak 3 "Ternate"

 Setelah babak 2 "Jailolo"

Setelah hampir dua tahun di Jailolo, perjalanan memori saya di Maluku Utara berpindah ke Kota Ternate,  Cerita bagaimana saya bisa pindah ke Ternate pun sebenarnya getir. Karena harus terjadi lantaran lara yang saya alami. Jailolo menyenangkan bagi saya, tapi meski demikian ternyata ada duri yang menusuk dan menyakiti kewarasan saya. Harapan saya dengan pindah ke Ternate, menjauhi sumber penyakit adalah solusinya.

Memang banyak hal yang harus dikorbankan pada kepindahan ini. Bekerja di kantor wilayah menuntut konsekuensi, terutama secara materi ya. Karena tidak dapat rumah dan motor dinas. Meski belakangan akhirnya saya dapat juga motor dinas. Untuk tempat tinggal mau tidak mau harus tinggal di kos-kosan. Memang sedikit mengherankan, sebelum saya pegawai yang menjabat di posisi yang sama bisa dapat rumah dinas, eh saya kok enggak, mungkin karena saya belum berkeluarga kali ya. Tapi masak gitu. Eh kok jadi julid wkwkwk.


Adaptasi di Ternate tergolong mudah, berada di lokasi tempat tinggal yang mempunyai lebih banyak kemudahan dari pada di kabupaten, jelas patut disyukuri. Sedangkan dari faktor pertemanan saya pun bertemu kawan-kawan yang sama-sama suka jalan dan mau diajak bikin konten. Ya, di sinilah saya mulai mengenal dengan dunia perkontenan sosial media. Jadi tidak heran, meski tidak selalu tapi cukup sering akhir pekan kita habiskan untuk membuat konten atau hanya sekedar eksplore  sekitaran Ternate.

Satu hal yang membuat hidup saya berbeda ketika di fase Ternate ini adalah berkawan dengan teman-teman yang umurnya lebih muda daripada saya. Apalagi sejak tahun ketiga, mulai bertemu dengan anak-anak angkatan 4-5 tahun di bawah saya. Secara alamiah membuat mindset saya pun jadi berasa muda.


Lima tahun di Ternate, cukup banyak suka dan dukanya. Bersuka karena keberadaan teman-teman yang menyenangkan dan supportif, tapi juga berduka karena sempat beberapa kali saya harus ditinggalkan karena satu persatu teman-teman ini pindah. Yang tadinya saya kira rasa paling durja dari menjadi perantau adalah karena perpisahan ternyata lebih durja rasanya ketika ditinggalkan.


Terlepas dari segala kegundahan saya selama di Ternate, kota ini telah mengajarkan hal-hal berharga di hidup saya. Tentang ini pun sudah saya tuliskan dalam naskah video pendek "Ternate dalam Tiga Babak"


Terima kasih Ternate dan segala elemenmu. Terima kasih untuk semua manusia yang jalan hidupnya pernah bertemu di persimpangan jalan hidup saya selama di Ternate dan Maluku Utara. Untuk setiap gelak tawa dan air mata, untuk setiap hikmah dan rasa syukur, untuk setiap kenangan yang tak terlupakan.

Memori umbi di Maluku Utara berakhir di sini.


Friday, July 22, 2022

Memori Umbi - Babak 2 "Jailolo"

Melanjutkan kilas balik memori umbi babak 1 sebelumnya...

Sejak Oktober 2015, kisah perjalanan penempatan saya di Maluku Utara berpindah ke Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat.

Bersama kawan-kawan di Halbar

Manusia hanya bisa berencana, pada akhirnya Tuhan yang menentukan jalan takdir kita. Saya pikir tadinya tidak akan lama bertugas di Maluku Utara, ya rencananya sih begitu, penempatan-nikah-ikut suami, eh malah batal nikah wkwkwk. Semua rencana berubah dan Oktober itu saya pindah dari Bacan ke Jailolo dalam keadaan patah hati. 

Harus beradaptasi di tempat baru sambil menghadapi masalah batin untuk menerima keadaan yang tidak sesuai harapan mungkin sedikit membantu. Saya berusaha untuk mencari hal yang bisa mengalihkan pikiran dari kegundahan. Ada yang bilang ini cara mengatasi patah hati jalur produktif. Betul, bisa dibilang selama di Halmahera Barat adalah fase terhancur-hancuran di hidup saya. Mengerjakan double job (teknis dan administrasi) sudah seperti kuda gila, jam lembur semakin tidak masuk akal, pola makan semakin tidak terjaga, belanja online semakin membabi buta. Hingga puncaknya saya sakit. Kena GERD dan TBC dalam waktu bersamaan. 

Aku dan Jailolo

Begitulah sekelumit getir di hidup saya. 

Meski begitu Jailolo menguatkan saya. Mengenal kawan-kawan di Jailolo yang super menyenangkan. Memang tidak seperti lukisan sempurna yang selalu dipenuhi warna dan bunga-bunga. Adakalanya ya kesabaran juga semakin diuji. Tapi itu semua menambah makna di kehidupan saya.

Di Jailolo, saya bisa menikmati sunset setiap sore, ya kecuali kalau lagi mendung ya.

Tempat sunset terbaik di Jailolo di Pantai Tuada

Di Jaololo, saya bisa mandi air panas pagi-pagi. Ada beberapa lokasi sumber air panas di Jailolo yaitu: di kolam bawah pohon beringin di FTJ, Pantai Galala dan di Desa Marimabati (ada semacam sendang gitu). Sayang banget saya coba cari-cari fotonya belum ketemu, nih.

Di Jailolo, saya bisa melampiaskan adrenaline rush saya buat kebut-kebutan di jalanan. Hahaha. Iya soalnya jalanan aspal di Jailolo-Sidangoli dan Jailolo-Sahu-Ibu termasuk masih bagus. Ya ada sih sebagian yang sudah rusak jalannya di beberapa lokasi. Bonus kalau cuaca cerah pemandangan sepanjang jalan pun menyenangkan.

Kalau di jalan begini bawaannya mau ngegas terus

Di Jailolo, saya sempat menikmati gerhana matahari. Magikal sekali waktu itu rasanya. Tengah hari bolong tiba-tiba menjadi gelap. Suara binatang-binatang malam tiba-tiba terdengar. Asli merinding, sih.

Di Jailolo, pertama kalinya saya mencoba makan ulat sagu. Makan 4-5 ekor kalau tidak salah, sampai akhirnya leher saya tiba-tiba tegang karena asam urat naik. Wkwkwk.

Dan saya pun doyan

Di Jailolo, ketemu teman-teman yang doyan keluyuran di jam kerja. Hahahaha. Nggak ding, memang sekalian turun lapangan kok.

Air Terjun di Desa Goal

Satu hal yang saya ambil hikmahnya dari perjalanan saya selama di Jailolo, yaitu bahwa banyak sekali yang perlu saya syukuri. Di antara Bacan dan Jailolo saya sempat kehilangan diri saya dan di Jailolo, meski lambat tapi saya mencoba menemukannya kembali. Meski dengan segala pelarian diri dan pikiran yang membuat saya berada di titik paling rendah di hidup saya. 


Aku dan Guguk

Terima kasih Jailolo.



Lanjutan babak 3

Wednesday, July 20, 2022

Memori Umbi - Babak 1 "Bacan"

Ini adalah seri tulisan saya yang akan menuliskan tentang cerita-cerita saya selama tinggal di Maluku Utara. Pada babak pertama ini akan membahas tentang kenangan saya waktu awal-awal penempatan. Yah, sekitar tahun 2014-2015.

Saya masih ingat betul waktu pertama kali tahu pengumuman penempatan. Dari tiga pilihan tujuan provinsi penempatan yang saya pilih, tidak ada yang terpilih jadi tujuan penempatan saya. Ya, Maluku Utara bukalah pilihan penempatan saya. Memang suratan takdir. Perasaan saya waktu itu sedih dan takut. Bahkan sempat beberapa malam saya habiskan untuk menangis. Meluapkan emosi yang saya rasakan waktu itu. Sedih karena pada saat itu pikiran bahwa penempatan di Indonesia timur seperti menjadi buangan, karena tentu saja jelas tidak banyak yang memilih. Lalu takut akan pergi ke tempat yang saya belum pernah tahu sebelumnya apalagi ini di kawasan Indonesia timur. Tapi perasaan itu ya hanya saya simpan dan rangkul sendiri, tidak ada yang bisa saya lakukan selain menjalaninya. 

Hingga akhirnya waktu keberangkatan tiba. Pesawat Garuda tujuan Ternate jadwalnya di jam dini hari. Sungguh perasaan saya bukannya sudah siap justru semakin kalut. Beruntung teman-teman kosan waktu itu sangat support mau mengantarkan kepergian saya di bandara. Meski ketika akhirnya saya masuk untuk boarding rasa galau muncul lagi. Tidak ada keinginan untuk ngobrol dengan teman-teman lainnya dan memilih untuk tidur saja. Bahkan sampai boarding naik pesawat pun saya masih dalam kondisi setengah tidur dan mengantuk berat.

Terima kasih teman-teman atas supportnya :)

Kalut. Mungkin satu kata ini paling tepat menggambarkan perasaan saya waktu itu. Pikiran kacau dan tidak sanggup berkata apa-apa. Meskipun sepanjang penerbangan saya pulas tertidur, tapi perjalanan dini hari itu terasa sangat melelahkan secara mental.

After Sunrise

Begitu terbangun, mata saya disambut semburat jingga dari arah timur, tidak terlihat matahari tapi ada tanda-tanda kehadirannya. Ini adalah pertama kalinya saya menyaksikan golden hour after sunrise dari atas pesawat terbang. 

Waktu itu tidak sempat memotret Gunung Gamalama, kalau ini Gunung Hiri

Begitu pesawat landing di landasan bandara, kami disambut mendung. Masih ingat betul waktu itu pilot mengucapkan kata-kata selamat datang dengan menyebutkan Gunung Gamalama di sebelah kiri kami. Saat itulah perkenalan resmi saya dengan Gunung Gamalama.

Ketika masih kurus hehehe

Beruntung pas kami datang lagi musim durian


Tiba di Ternate bukanlah tujuan akhir dari penempatan. Saya dan sepuluh orang lainnya yang sama-sama penempatan di Maluku Utara, hanya transit sementara di kota ini. Kami melapor dulu ke kantor provinsi untuk diberi pengarahan oleh Kepala Kantor Provinsi sekaligus mengkoordinasikan teknis keberangkatan kami ke satker di Kabupaten/Kota. Menyesuaikan jadwal kapal, keberangkatan kami pun jadi berbeda-beda. Ada yang langsung berangkat malam itu juga ada juga yang masih harus menunggu kapal.

Jujur saja, sampai detik itu seumur hidup saya belum pernah naik kapal laut sama sekali. Satu-satunya referensi perkapalan yang saya tahu adalah Kapal Titanic. Jadi yah yang ada jadi terbayang hal-hal menakutkan. Namun setelah dijalani naik kapal laut ya biasa aja. Asalkan cuaca sedang bagus dan laut tidak beromak dan dapat kamar di kapal perjalanan menggunakan kapal laut terasa nyaman juga. Kalau tidak dapat kamar ya jadinya diranjang deck kapal yang panas dan gerah.

Sayang, saya tidak ada dokumentasi selama perjalanan menggunakan kapal laut dari Ternate ke Bacan. Ya penempatan pertama saya adalah di Kabupaten Halmahera Selatan.

Tiba di Bacan, kami disambut dengan baik oleh pegawai-pegawai di sana. Banyak yang suka bercanda membuat kami cepat akrab. Mereka pun dengan terbuka menawarkan bantuan jika kami membutuhkan. Dukungan seperti ini memang sangat penting apalagi bagi kami yang penempatan kerja jauh seperti ini, yang amat sangat membutuhkan dukungan baik secara mental maupun material wkwkwk. Maklum masih calon pegawai jadi income-pun belum dapat full. Eh ternyata tidak ada rumah dinas, jadi terpaksa harus tinggal di kos-kosan yang lumayan juga harganya untuk saya waktu itu. Tapi pada akhirnya ya dijalani saja, kan katanya akan selalu ada rezeki yang datang dari arah yang tidak pernah kita duga.

Bersama kawan-kawan kerja di Halmahera Selatan

Saya bekerja di Halmahera Selatan sejak April 2014 hingga dipindahtugaskan ke Halmahera Barat pada Oktober 2015. Tentu bukan waktu yang singkat, kalau mau dituliskan akan ada banyak sekali kisah suka-duka saya selama di Bacan. Seperti kisah kecelakaan saya yang cukup melegenda di kalangan internal kami wkwkwk.

Kawan penempatan saya: Tantri & Diah


Akhirnya, melalui tulisan ini saya ingin berterima kasih pada orang-orang yang telah sangat berbaik hati selama saya di Halmahera Selatan:
  1. Mas Ipin (Arifin), senior panutan kami yang sudah membimbing saya dan dua kawan saya, tidak hanya untuk pekerjaan tapi juga petuah-petuahnya untuk dapat survive di Bacan hehe.
  2. Mbak Umi, sejak kami datang sudah banyak sekali bantuannya, mengizinkan kami numpang dulu di kosannya, membantu kami cari kos-kosan, banyaklah pokoknya.
  3. Udin, entahlah apa jadinya kami selama di Bacan kalau tidak ada manusia super baik ini.
  4. Pegawai-pegawai di Halmahera Selatan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk dukungan dan pelajaran yang pada akhirnya dapat saya ambil hikmahnya.
Terima kasih.

Lanjut ke babak 2 "Jailolo"

Monday, April 22, 2019

Tanjung Waka adalah Pantai Terindah!

Kali ini saya berkesempatan menyambangi Kepulauan Sula! Ikuti keseruanku selama di Sanana (Ibu kota Kabupaten Kepulauan Sula) yuk! 


Jadi, akhirnya saya pergi ke Kepulauan Sula dalam rangka tugas kantor. Asli cukup was-was juga karena membayangkan akan pergi ke kabupaten yang tergolong remote area ini. Untungnya rombongan kami masih dapat tiket pesawat dari Ternate menuju Sanana (ibukota Kabupaten Kepulauan Sula).

Ada 2 alternatif transportasi yang dapat digunakan untuk menuju Sanana. Pertama menggunakan pesawat, memang tidak setiap hari tapi ada asal cuaca bagus ya berangkat. Kedua, menggunakan transportasi laut yaitu kapal, kapal pun juga tidak setiap hari, hanya saja jelas waktu tempuhnya lebih lama dan lebih melelahkan.

Boarding Pas Pesawat Trigana

Saya berangkat dari Ternate menuju Sanana menggunakan pesawat Trigana, ya karena memang tidak ada maskapai lain yang melayani penerbangan menuju Sanana. Pesawatnya kecil, bahkan lebih kecil daripada Wings Air.

Waktu tempuh dari Ternate ke Sanana menggunakan pesawat kurang lebih sekitar 45 menit. Di Sanana pesawat mendarat di Bandara Emalamo. Begitu turun dari pesawat saya disambut dengan suasana pemandangan yang hijau-hijau.

Suasana di area Bandara Emalamo


Bandara Emalamo

Ruang Tunggu Bandara Emalamo

Klaim Bagasi di Bandara Emalamo

Sesuai tugas, saya akan berada di Sanana selama 4 hari. Tentunya di sela-sela melaksanakan tugas tidak ada salahnya menyempatkan menikmati keindahan alam di Sanana ini, kan. Kan katanya work hard play hard.

Berikut beberapa spot wisata alam yang saya kunjungi selama di Sanana:

1. Wisata Mangrove Wakayoya - Desa Man-gega
Pada saat saya ke lokasi ini sebenarnya belum resmi dibuka, bahkan jembatan kayunya masih belum selesai dibangun, tapi jujur saja saja memang lokasinya bagus dan pemandangannya juga indah dengan perpaduan pantai, perbukitan dan tentunya hutan bakau.


jembatan dermaga yang belum selesai dibangun





2. Pulau Fukuweu atau Pulau Kucing
Pulau kecil ini terletak di ujung utara Pulau Sulabes (pulau dimana Sanana berada). Untuk menuju ke Pulau Fukuweu ini kita perlu mencarter kapal dari desa Fukuweu. Di lokasi penyeberangan sudah ada banyak kapal yang siap untuk ditumpangi.

Desa Fukuweu




Jarak dari Desa Fukuweu ke Pulau Kucing cukup dekat, kurang lebih hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 5-10 menit. Begitu tiba di Pulau Kucing kita akan disambut dengan gapura dengan patung-patung kucing.


Kenapa namanya Pulau Kucing? Konon katanya pulau ini dulu adalah tempat pembuangan kucing, dan tak heran pula di pulau ini ada banyak kucing.


Nah, apa yang bisa dilakukan di Pulau Kucing ini? Biasanya pengunjung yang datang ke sini ya sight-seeing melihat-lihat keindangan di sekitaran Pulau Kucing ini. Mungkin bisa juga berenang di sekitaran pulau. Di satu sisi Pulau Kucing ini terdapat jembatan yang menghubungkan beberapa gazebo di atas laut, pengunjung dapat menyewa gazebo lalu memesan pisang goreng, goraka (air jahe) atau kelapa muda. Oh ya di Pulau Kucing ada penjual yang menyediakan makanan dan minuman, tapi ya menu standar aja ya. 


ini gazebonya

di seputaran Pulau Kucing ada cukup banyak tempat untuk duduk-duduk seperti ini

Salain bisa berjalan berkeliling di jembatan/dermaganya, kita juga bisa sedikit hiking ke atas bukit Pulau Kucing, tidak terlalu tinggi sebenarnya, hanya jalurnya cukup curam saja.

jalur untuk menuju puncak bukit 

di puncak bukit ada gardu pandang seperti ini

habis selesai kerja banget ini kami ke sini jadi masih pakai baju batik

Dari gandu pandang di puncak bukti di Pulau Kucing ini kita bisa melihat panorama laut dan Pulau Sulabesi. Selain laut, ternyata di dalam Pulau Kucing ini ada danau juga, lho. Danaunya lumayan luas dan sudah disiapkan gazebo-gazebo untuk tempat bercengkrama dan makan-makan juga. Katanya sih ada yang mancing di danau ini juga.

nampak Desa Fukuweu tempat kami menyebrang sebelumnya

lautnyaaa biruuuu cantik banget

ini danau di dalam Pulau Kucing

lumayan luas kan

3. Tanjung Waka - Desa Fatkauyon
Nah, ini sih highlight utama dari perjalanan saya ke Kepulauan Sula ini. Awalnya saya tidak ada bayangan sama sekali soal Tanjung Waka, bahkan saya baru pertama kali mendengarnya waktu diajak pergi ke sini. 

Sebelum berangkat ke Tanjung Waka, kami perlu menyiapkan perbekalan. Karena di Tanjung Waka tidak ada orang yang berjualan makanan atau minuman. Lalu untuk menuju ke sana juga perlu berangkat pagi-pagi, karena perjalanan yang cukup jauh, yaitu berada di paling ujung selatan Pulau Sulabes.

di sini nih lokasi Tanjung Waka

Perjalanan dari Sanana menuju Tanjung Waka ini ditempuh kurang lebih satu jam. Untuk jalurnya bervariasi, mulai dari yang jalannya masih aspal bagus, lalu aspal yang mulai rusak, lalu ada jalur sirtu yang geradakan juga, selain jalan yang kanan-kirinya kebun juga akan melalui jalan-jalan desa. Ada yang unik saya menemui beberapa desa yang semua rumahnya dicat dengan warna biru. Sayang tidak sempat saya foto.

Sesampaikanya di lokasi Tanjung Waka, masih dari dalam mobil saya sudah tercekat kagum. Sepanjang satu sisi jalan di Tanjung Waka terpampang lautan biru magis yang begitu memesona, belum lagi hamparan pasir putihnya yang menambah cantik perpaduan warna panorama ini. Luar biasa. Indah sekali. 




Ke pantai dengan pasir putih dan laut biru tosca saya sudah pernah dan saya pun terkagum-kagum. Tapi pantai dengan pasit putih dan laut biru tosca namun membentang sepanjang Tanjung Waka ini pertama kalinya. Don;t get me wrong setiap pantai punya ciri khasnya masing-masing, punya karismanya sendiri-sendiri, termasuk pantai di Tanjung Waka ini, karismanya luar biasa memukau. Apalgi mengingat bagaimana perjuangannya untuk bisa mencapai lokasi ini, tidak mudah. Jadi, ketika mata ini dimanjakan keindangan alam Tanjung Waka yang luar biasa ini, rasanya memang sepantas itu Tanjung Waka menjadi pantai terindah versi saya. 



Saya benar-benar merasa beruntung sekali bisa sampai di pantai Tanjung Waka ini. Pengalaman ini bisa jadi akan mejadi pertama kali dan satu-satunya di hidup saya.




Jadi, ngapain aja di pantai Tanjung Waka? Saya sih cuma strolling around sepanjang pantai, foto-foto sampai bosan. Lalu lapar, makan bekal. Habis makan ngantuk, akhirnya baring-baring di kursi-kursi yang disediakan di pantai ini, sampai akhirnya benar-benar terlelap. Ah nikmat sekali bisa tidur siang di pantai terindah. Hehehe.



Sebenarnya bisa saja kalau mau berenang di sini, tapi karena memang minim persiapan, saya tidak bawa baju ganti, jadi ya nggak nyemplung deh. 



Well, segitu aja ya cerita perjalanan saya ke Kepulauan Sula. Saya pengen cerita juga soal perjalanan kembali dari Sanana ke Ternate yang akhirnya ada pembatalan pesawat jadi terpaksan saya naik kapal. Tapi berhubung traffic di blog ini terkait informasi perkapalan cukup tinggi (ceilah) sepertinya akan saya biat postingan terpisah ya.

Akhir kata, terima kasih untuk teman-teman di Kepulauan Sula yang sudah bersedia membantu kami jalan-jalan di Sanan dan sekitarrnya ya, banyakan Albert sih yang bantuin. Kalau kamu baca catper ini, makasih ya!

Lalu juga terima kasih untuk teman perjalanan saya: Ibu Mardian dan Riri.

Okay guys. See you next trip!